I.
PENDAHULUAN
Tuntutan
global menempatkan isu demoratisasi dalam pemerintahan, di mana rakyat di
tempatkan pada kedudukan yang penting (putting
people first). Sungguh sangat bijaksana consensus yang dicapai oleh para
founding father kita, yaitu membangun kesatuan dan persatuan bangsa dengan
bingkai Negara kesatuan sebagai elemen perekatnya.
Namun
struktur geografis yang terhampar luas dengan kemajemukan masyarakatnya juga
perlu diakomodasi melalui desentralisasi. Pembentukan daerah otonom melalui
desentralisasi pada hakekatnya adalah untuk menciptaka efisiensi dan inovasi
dalam pemerintahan. Dalam rangka desentralisai itulah maka daerah-daerah diberi
otonomi, yaitu hak untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri
I.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
Penyelenggaraan Otonomi Daerah ?
2. Apa
Hubugan Pemerintah Daerah dengan Otonomi ?
3. Apa
yang Dimaksud Partai Politik Dan Pilkada Langsung ?
II.
PEMBAHASAN
A.
Penyelenggaraan
Otonomi Daerah
1.
Pengertian
Otonomi Daerah
Otonomi atau aotonomi
berasal dari bahasa Yunani, auto
berarti sendiri dan nomous yang
berarti hukum atau peraturan. Menurut Koesuma Hatmaja tahun (1979) berpendapat
bahwa menurut perkembangan sejarah di Indonesia, otonomi sering mengadung arti
perundangan (regeling), juga mengandung arti pemerintahan (bestuur).
Dari pemahaman tentang
otonomi daerah tersebut pada hakikatnya otonomi daerah adalah :
a. Mengurus
rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom. Hal tersumber dari wewenang
pangkal dan urusan-urusan pemerintah (pusat) yang diserahkan kepada daerah.
Istilah sendiri dalam hak mengatur dan mengurus rumah tangga merupakan inti
keotonomian otonomi daerah: penetapan kebijaksanaan sendiri, pelaksanaan sendiri,
serta pembiayaan serta pertanggung jawaban, maka hal itu dikembalikan kepada
pihak yang memberi dan berubah kembali menjadi urusan pemerintah (pusat).
b. Dalam
kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah
tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu di luar batas-batas
wilayah daerahnya.
c. Daerah
tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain
sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya.
2.
Penataan
Kewenangan Kelembagaan, Relokasi Personil, dan Dokumen
Langkah-langkah
yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mewujudkan otonomi daerah
yang luas dan bertanggung jawab di era reformasi dan desentralisasi pemerintah
dalam melakukan penataan kewenangan, organisasi perangkat daerah, penataan
relokasi personil, sebagai tindak lanjut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000.
Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah mengubah paradigma
sentralisasi pemerintah ke arah desentralisasi dengan pemberian otonomi daerah
yang nyata, luas, dan bertanggung jawab kepada daerah.
Penetapan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 telah mengakibatkan terjadinya perubahan
kewenangan pemerintah pusat dan daerah yang berimplikasi pada perubahan beban
tugas dan struktur organisasi sebagai wadahnya.[1]
Untuk
mengetahui hakekat pemberian otonomi kepada Daerah perlu difahami benar-benar
prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah yang disebutkan dalam Penjelasan UU
no, 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Di situ dikatakan
adanya 8 (delapan) pokok prinsip yang dimaksud[2] :
1. Penyelenggaraan
Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan,
pemerataan, serta potensi dan keaneka ragaman Daerah.
2. Pelaksanaan
otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan
bertanggungjawab.
3. Pelaksanaan
otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah
Kabupaten dan daerah
Kota, sedang daerah Provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4. Pelaksanaan
otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin
hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta Antar Daerah.
5. Pelaksanaan
otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonomi, dan karenanya dalam daerah
Kabupaten dan daerah Kota tidak lagi ada wilayah Administrasi. Demikian pula
dikawasan-kawasan yang khusus yang dibina oleh Pemerintah (Pusat) atau pihak
lain, seperti badan otoritas, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan
industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan
perkotaan, baru kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan Peraturan
Daerah Otonomi.
6. Pelaksanaan
Otonomi daerah harus lebih meningkatkan peran dan fungsi badan legisfatif
Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran
atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
7. Pelaksanaan
asas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Provinsi dalam
kedudukannya sebagai
Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan
pemerintahan tertentu
yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai Wakil
Pemerintah (Pusat).
8. Pelaksanaan
asas tugas pembantuan (medebewing, peny) dimungkinkan, tidak hanya dari
Pemerintah (Pusat) kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah (Pusat) kepada
Desa, yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya
manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertangungjawabkan
kepada yang menugaskannya.
a.
Kewenangan
Prinsip-prinsip
penataan kewenangan adalah sebagai berikut[3] :
1. Sesuai
dengan kemampuan dan ketetapan daerah, terdapat bidang pemerintahan yang tidak
sepenuhnya dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi, termasuk sebelas
bidang pemerintahan wajib yang diatur dalam Pasal 11 ayat 2 Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999.
2. Berdasarkan
Peraturan pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, departemen-departemen wajib
menyiapkan pedoman standar pelayanan minimal dan selanjutnya provinsi juga
wajib menentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
3. Berdasarkan
penjelasan Pasal 11 ayat 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, bidang-bidang
dari berbagai bidang pemerintah yang menjadi kewenangan daerah yang akan
dilaksanakan oleh kabupaten/kota tidak dilakukan penyerahan secara aktif oleh
pemerintah pusat, tetapi melalui pengakuan oleh pemerintah.
b.
Kelembagaan
Dalam
peraturan pemerintah itu, organisasi perangkat desa dibentuk berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan :
1. Kewenangan
pemerintah yang dimiliki oleh daerah
2. Kemampuan
keuangan daerah
3. Ketersedian
sumber daya aparatur
4. Pengembangan
pola kerja sama antara daerah dan/atau dengan pihak ke tiga
Selanjutnya organisasi perangkat daerah
ditetapkan dengan peraturan daerah (perda) dengan menetapkan pembentukan, kedudukan, tugas pokok, fungsi
dan struktur organisasi perangkat daerah ditetapkan dengan keputusan kepala
daerah.
c.
Penataan
Personil
Dalam
penataan personil, pendektan yang harus digunakan harus mengacu pada kebutuhan
organisasi, juga harus mempertimbangkan untuk memberdayakan potensi pegawai
yang ada di semua hierarki pemerintahan tanpa memandang asal-usul ataupun jenis
pegawai yang bersangkutan, sepanjang memenuhi persyaratan kompetisi jabatannya.
Hal
ini perlu memdapat perhatian, adalah masalah kebijaksanaan, di mana dengan
ditetapkannya Undang-undang Nomer 43 Tahun 1999, sistem kebijaksanann yang
dianut adalah mendorong pengembangan ekonomi daerah sehingga kebijaksananan
kepegawaian yang dilaksanakan oleh daerah otonom harus sesuai dengan kebutuhan
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik pengangkatan, penempatan,
pemindahan dan mutasi, maupun pemberhentian.[4]
3.
Pemerintah
Daerah dengan Otonom
Proses
peralihan dari sistem dekonsentrasi ke sistem desentralisasi disebut pemerintah
daerah dengan otonom. Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah kepada
pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi
pemerintah. Tujuan otonom adalah mencapai efektivitas dan efisiensi dalam
pelayanan kepada masyarakat.
Desentralisasi
telah lama dianut oleh Negara Indonesia. Secara historis asas desentralisasi
itu telah dilaksanakan dizaman Hindia Belanda dengan adanya Undang-undang
desentralisasi (Decentrakisatie Wet)
tahun 1903. Dalam penyelenggaraan pemerintah selama ini terjadi kecenderungan
kea rah sentralisasi. Sementara Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 berusaha agar
terjadi tendensi kearah desentralisasi.
Oleh
karena itu, daerah otonom adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
berwenang mengatur da mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.[5]
B.
Tugas, Pokok
dan Fungsi Direktorat Otonomi Daerah
Pasal 419
Direktorat Otonomi Daerah mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, koordinasi, sinkronisasi pelaksanaan penyusunan dan evaluasi perencanaan pembangunan nasional di bidang kelembagaan pemerintahan daerah termasuk penataan daerah otonom baru dan penataan peraturan perundangan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah,peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan daerah, serta pengembangan kapasitas keuangan daerah serta pemantauan dan penilaian atas pelaksanaannya.
Pasal 420
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419, Direktorat Otonomi Daerah menyelenggarakan fungsi:
Direktorat Otonomi Daerah mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, koordinasi, sinkronisasi pelaksanaan penyusunan dan evaluasi perencanaan pembangunan nasional di bidang kelembagaan pemerintahan daerah termasuk penataan daerah otonom baru dan penataan peraturan perundangan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah,peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan daerah, serta pengembangan kapasitas keuangan daerah serta pemantauan dan penilaian atas pelaksanaannya.
Pasal 420
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419, Direktorat Otonomi Daerah menyelenggarakan fungsi:
a. Pengkajian kebijakan dan perencanaan
pembangunan nasional di bidang desentralisasi dan otonomi daerah;
b. Koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional di bidang desentralisasi dan
otonomi daerah;
c. Penyiapan perumusan kebijakan dan
pendanaan perencanaan pembangunan nasional di bidang desentralisasi dan otonomi
daerah;
d. Inventarisasi berbagai kebijakan dan
informasi yang berkaitan dengan perumusan rencana dan kebijakan desentralisasi
dan otonomi daerah;
e. Pemantauan, evaluasi, dan penilaian
kinerja pelaksanaan rencana pembangunan nasional di bidang otonomi daerah yang
meliputi pengembangan kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah, penataan
daearah otonom baru dan sinkronisasi peraturan perundangan daerah, serta
keuangan daerah;
f. Penyusunan rencana kerja pelaksanaan
tugas dan fungsinya serta evaluasi dan pelaporan pelaksanaannya;
g. Melakukan koordinasi pelaksanaan
kegiatan-kegiatan pejabat fungsional perencana di lingkungan direktoratnya.
Pasal
421
Direktorat Otonomi Daerah terdiri dari:
a. Sub Direktorat Kelembagaan Pemerintah Daerah;
b. Sub Direktorat Aparatur Pemerintah Daerah;
c. Sub Direktorat Pengembangan Kapasitas Keuangan Daerah
Pasal 422
Sub Direktorat Kelembagaan Pemerintahan Daerah mempunyai tugas melaksanakan pengkajian kebijakan dan penyiapan penyusunan rencana pembangunan nasional di bidang pengembangan kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan daerah termasuk penataan daerah otonom baru dan sikronisasi peraturan perundangan daerah, serta melaksanakan pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaannya.
Direktorat Otonomi Daerah terdiri dari:
a. Sub Direktorat Kelembagaan Pemerintah Daerah;
b. Sub Direktorat Aparatur Pemerintah Daerah;
c. Sub Direktorat Pengembangan Kapasitas Keuangan Daerah
Pasal 422
Sub Direktorat Kelembagaan Pemerintahan Daerah mempunyai tugas melaksanakan pengkajian kebijakan dan penyiapan penyusunan rencana pembangunan nasional di bidang pengembangan kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan daerah termasuk penataan daerah otonom baru dan sikronisasi peraturan perundangan daerah, serta melaksanakan pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaannya.
Pasal 423
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 422, Sub Direktorat Kelembagaan Pemerintah Daerah menyelenggarakan fungsi:
a. Pengkajian kebijakan di bidang
kelembagaan pemerintahan daerah termasuk penataan daerah otonom baru dan
sikronisasi peraturan perundangan daerah;
b. Pelaksanaan koordinasi dan
sinkronisasi perencanaan pembangunan nasional di bidang kelembagaan
pemerintahan daerah termasuk penataan daerah otonom baru dan sikronisasi
peraturan perundangan daerah;
c. Penyusunan rencana pembangunan
nasional di bidang kelembagaan pemerintahan daerah termasuk penataan daerah
otonom baru dan sikronisasi peraturan perundangan daerah;
d. Penyusunan rencana pendanaan
pembangunan di bidang kelembagaan pemerintahan daerah termasuk penataan daerah
otonom baru dan sikronisasi peraturan perundangan daerah;
e. Pelaksanaan inventarisasi dan
analisis berbagai kebijakan dan informasi yang berkaitan dengan penyiapan
rencana pendanaan pembangunan di bidang kelembagaan pemerintahan daerah
termasuk penataan daerah otonom baru dan sikronisasi peraturan perundangan
daerah;
f. Pemantauan, evaluasi, penilaian, dan
pelaporan atas pelaksanaan rencana, kebijakan, dan program-program pembangunan
di bidang pengembangan kelembagaan pemerintahan daerah termasuk penataan daerah
otonom baru dan sikronisasi peraturan perundangan daerah.
Pasal
424
Sub Direktorat Aparatur Pemerintahan Daerah mempunyai tugas melaksanakan pengkajian kebijakan dan penyiapan penyusunan rencana pembangunan nasional di bidang pengembangan sumber daya manusia aparatur pemerintahan daerah, serta melaksanakan pemantauan, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaannya.
Sub Direktorat Aparatur Pemerintahan Daerah mempunyai tugas melaksanakan pengkajian kebijakan dan penyiapan penyusunan rencana pembangunan nasional di bidang pengembangan sumber daya manusia aparatur pemerintahan daerah, serta melaksanakan pemantauan, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaannya.
Pasal 425
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 424, Sub Direktorat Aparatur Pemerintah Daerah menyelenggarakan fungsi:
a. Pengkajian kebijakan di bidang
pengembangan sumber daya manusia aparatur pemerintahan;
b. Pelaksanaan koordinasi dan
sinkronisasi perencanaan pembangunan nasional di bidang pengembangan sumber
daya manusia aparatur pemerintahan;
c. Penyusunan rencana pembangunan
nasional di bidang pengembangan sumber daya manusia aparatur pemerintahan;
d. Penyusunan rencana pendanaan
pembangunan di bidang pengembangan sumber daya manusia aparatur pemerintahan;
e. Pelaksanaan inventarisasi dan
analisis berbagai kebijakan dan informasi yang berkaitan dengan penyiapan
rencana pendanaan pembangunan di bidang pengembangan sumber daya manusia
aparatur pemerintahan;
f. Pemantauan, evaluasi, penilaian, dan
pelaporan atas pelaksanaan rencana, kebijakan, dan program-program pembangunan
di bidang pengembangan sumber daya manusai aparatur pemerintah.
Pasal 426
Sub Direktorat Pengembangan Kapasitas Keuangan Daerah mempunyai tugas melaksanakan pengkajian kebijakan dan penyiapan penyusunan rencana pembangunan nasional di bidang pengembangan kapasitas keuangan daerah dan pelaksanaan desentralisasi fiskal termasuk analisis kebijakan DAU, DAK, dan dana bagi hasil dan pengelolaannya serta melaksanakan pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaannya.
Pasal 427
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 426, Sub Direktorat Pengembangan Kapasitas Keuangan Daerah menyelenggarakan fungsi:
a. Pengkajian kebijakan di bidang
pengembangan kapasitas keuangan daerah dan pelaksanaan desentralisasi fiskal;
b. Pelaksanaan koordinasi dan
sinkronisasi perencanaan pembangunan nasional di bidang pengembangan kapasitas
keuangan daerah dan pelaksanaan desentralisasi fiskal;
c. Penyusunan rencana pembangunan
nasional di bidang pengembangan kapasitas keuangan daerah dan pelaksanaan
desentralisasi fiskal;
d. Penyusunan rencana pendanaan
pembangunan di bidang pengembangan kapasitas keuangan daerah dan pelaksanaan
desentralisasi fiskal;
e. Pelaksanaan inventarisasi dan
analisis berbagai kebijakan dan informasi yang berkaitan dengan penyiapan
rencana pendanaan pembangunan di bidang pengembangan kapasitas keuangan daerah
dan pelaksanaan desentralisasi fiskal;
f. Pemantauan, evaluasi, penilaian, dan
pelaporan atas pelaksanaan rencana, kebijakan, dan program-program pembangunan
di bidang pengembangan kapasitas keuangan daerah dan pelaksanaan desentralisasi
fiskal.[6]
C.
Partai
Politik Dan Pilkada Langsung
1.
Peran
Partai Politik
Secara umum dapat
dikatakana bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisasi yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik (biasanya dengan cara kostitusional) untuk melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.
Di dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan khususnya pada pasal-pasal
tentang Pilkada, terlihat jelas peran partai politik masih cukup dominan,
sebagaimana dapat dilihat pada pasal-pasal dibawah ini.[7]
a. Pasal
56 ayat 2 : pasangan calon diajukan oleh partai politik atau gabungan partai
politik.
b. Pasal
59 ayat 2 : parpol atau gabungan parpol yang dapat mendaftarkan pasangan calon
apabila memenuhi persyaratan perolehan skurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi
DPRD atau 15% dari akumulasi perolehan sura sah dalm pemilu anggota DPRD di
daerah yang bersangkutan.
c. Pasal
59 ayat 3 : parpol atau gabungan parpol wajib membuka kesempatan seluas-luasnya
bagi bakal calon perorangan dan selanjutnya memproses bakal calon melalui
mekanisme yang demokratis dan transparan.
d. Pasal
59 ayat 4 : dalam proses penetapan pasangan calon parpol atau gabungan parpol
memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat.
e. Pasal
59 ayat 6 : parpol atau gabungan parpol hanya dapat mengusulkan satu pasangan
calon dan pasangan calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh parpol atau
gabungan parpol lainnya.
Mekanisme pilkada yang menempatkan calon
melalui dukungan parpol bagaimanapun belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai
demokrasi. Karena kedaulatan rakyat merupakan esensi demokrasi menjadi tereduksi oleh parpol yang berperan
sebagai mediator dalam pilkada. Dengan
masih dominannya peran partai politik dalam pilkada, tidak menutup kemungkinan
perilaku politik gelap, seperti politik kepentingan, politik dagang sapi,
ataupun politik disebut politik uang akan kembali terjadi.
2.
Pilkada
a.
Pengertian
Pilkada
Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah,
atau seringkali disebut pilkada atau pemilukada, adalah pemilihan umum
untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Indonesia
oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Kepala daerah dan wakil
kepala daerah adalah:
Sebelumnya, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Dasar hukum penyelenggaraan pilkada adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini,
pilkada (pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah) belum dimasukkan
dalam rezim pemilihan umum (pemilu). Pilkada pertama kali
diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Panitia
Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu
Kabupaten/Kota.[8]
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah
pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan
bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang
didukung oleh sejumlah orang. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa
pasal menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
b.
Pilkada
Langsung Secara Demokratis
Kewenangan
DPRD yang begitu luas seringkali tidak di imbangi oleh keterampilan untuk
mengartikulasi dan mengagresikan aspirasi masyarakat daerah secara optimal.
Banyak kasus partai politik uang, politik an-sich, dukungan irasional partai
politik dan campur tangan elite pejabat dalam pelaksanaan pemilihan kepala
daerah semakin memperkokoh pendapat bahwa sebaiknya pemilihan kepala daerah
dilakukan secara langsung oleh masyarakat daerah.
Adapun
semangat yang mendasari perlunya pilkada secara langsung oleh rakyat di daerah
tidak terlepas dari latar belakang sebagai brikut :
Ø Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 atau aturan pendukung lain di bawahnya sudah tidak sesuai
lagi dengan perubahan system ketatanegaraan karenanya adanya amandemen UUD 1945,
terutama pada pasal 18 ayat 4 yang menyatakan bahwa gubernur, bupati, dan wali
kota dipilih secara demokratis.
Ø Adanya
tuntutan dari masyarakat yang menghendak kepala daerah dipilih secara langsung
dengan keyakinan bahwa pemimpin yan terpilih nanti akan mampu membawa
masyarakat daerah menuju perbaikan dan kemakmuran. Adanya politik kepentingan
yang dilakukan oleh anggota DPRDterutma pada penyampaian LPJ dan emilihan
kepala daerah.
Dari ketiga latar belakang tersebut di
atas, yang paling dominan dan yang merupakan keinginan mendasar dari masyarakat
adalah munculnya pemimpin yang betul-betul mampu membawa masyarakat daerah
menuju perbaikan dan kemakmuran, pemimpin yang arif dan bijaksana.
III.
KESIMPULAN
1. Pada
hakikatnya otonomi daerah adalah mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu
daerah otonom, dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah
tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu
di luar batas-batas wilayah daerahnya, daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur
dan mengurus rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan
yang diserahkan kepadanya.
2. Langkah-langkah
yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mewujudkan otonomi daerah
yang luas dan bertanggung jawab di ero reformasi dan desentralisasi pemerintah
dalam melakukan penataan kewenangan, organisasi perangkat daerah, penataan
relokasi personil, sebagai tindak lanjut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000.
3.
Tugas,
Pokok dan Fungsi Direktorat Otonomi Daerah terdapat dalam Pasal 419, Pasal 420, Pasal
421, Pasal 422, Pasal 423, Pasal 424, Pasal 425, Pasal 426, Pasal 427
4. Secara
umum dapat dikatakana bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang
terorganisasi yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan
cita-cita yang sama yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik (biasanya dengan cara kostitusional) untuk
melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.
5. Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah,
atau seringkali disebut pilkada atau pemilukada, adalah pemilihan umum
untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Indonesia
oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan ini di lakukan
untuk memilih Gubernur
dan wakil gubernur untuk provinsi Bupati
dan wakil bupati untuk kabupatenWalikota
dan wakil walikota untuk kota.
6. Banyak
kasus partai politik uang, politik an-sich, dukungan irasional partai politik
dan campur tangan elite pejabat dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah
semakin memperkokoh pendapat bahwa sebaiknya pemilihan kepala daerah dilakukan
secara langsung oleh masyarakat daerah.
IV.
PENUTUP
Demikian
yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khasanah keilmuan
dan bermanfaat bagi kita semua. Dalam pembuatan makalah pasti ada kekurangan,
maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan makalah
selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Widjaja,
haw. Penyelenggaraan Otonomi Daerah Di
Indonesia. PT. RajaGrafindo Persada
[1] HAW. Widjaja. Penyelenggaraan
Otonomi Daerah Di Indonesia. PT. RajaGrafindo Persada hal 7-8
[2]http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Masalah2/Hukum/dlm/Pelaksanaan/Oonomi/Daerah/-/prof-dr-
Solly/Lubis.pdf
[3] HAW. Widjaja, Op. Cit. hal 9-10
[4] Ibid. hal 13
[5] Ibid, hal 17-19
[7] HAW. Widjaja, Op. Cit. hal
118-119
Tidak ada komentar:
Posting Komentar