I.
PENDAHULUAN
Haji menurut bahasa berarti
menyengaja sesuatu. Sedangkan menurut syara haji adalah menyengaja atau sengaja
mengunjungi ka’bah untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan syarat-syarat
tertentu.[1]
Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang kelima. Wajib
dilakasanakan bagi mereka yang mampu. Dalam arti mampu untuk membiayai
perjalanan ibadah haji, sehat jasmani dan tidak ada kendala untuk melaksanakan
haji dan juga membiayai hidupnya setelah pulang dari haji. Ibadah haji
diwajibkan oleh Rasulallah sekali seumur hidup sesuai dengan hadits nabi
sebagai berikut:
خَطَبَنَا رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أَيُّهَا
النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا. فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَسَكَتَ حَتَّى
قَالَهَا ثَلاَثًا، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ
قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ. ثُمَّ قَالَ: ذَرُوْنِي مَا
تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ
وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا
مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ
“Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan kami, beliau berkata:
“Wahai sekalian manusia, sungguh Allah telah mewajibkan bagi kalian haji maka
berhajilah kalian!” Seseorang berkata: “Apakah setiap tahun, ya Rasulullah?”
Beliau terdiam sehingga orang tersebut mengulangi ucapannya tiga kali. Lalu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Kalau aku katakan ya,
niscaya akan wajib bagi kalian dan kalian tidak akan sanggup.” Kemudian beliau
berkata: “Biarkanlah apa yang aku tinggalkan kepada kalian. Sesungguhnya orang
sebelum kalian telah binasa karena mereka banyak bertanya yang tidak diperlukan
dan menyelisihi nabi-nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian
maka lakukanlah sesuai dengan kesanggupan kalian. Dan bila aku melarang kalian
dari sesuatu maka tinggalkanlah.”[2]
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana
ikhtilaf syarat haji menurut lima mazhab ?
B.
Bagaimana
ikhtilat rukun haji menurut kelima mazhab ?
C.
Bagaimana
ikhtilaf wajib haji menurut lima mazhab ?
III.
PEMBAHASAN
Dalam
melakukan ibadah haji perlu kita perhatikan mengenai syarat, rukun dan wajib
haji. Dalam makalah ini akan membahas mengenai ikhtilaf lima mazhab mengenai
syarat, rukun dan wajib haji adalah sebagai berikut:
A.
Syarat Haji
Syarat
sah dalam melaksanakan ibadah haji antara lain adalah Islam, baligh, berakal,
dan mampu.[3]
Namun para ulama mazhab berpendapat lain. Berikut ini adalah syarat sah haji
menurut para ulama mazhab
1.
Syarat-syarat
haji menurut Mazhab Hanafi
a.
Islam, haji
tidak wajib bagi orang kafir, hajinya tidak sah.
b.
Akal, tidak
wajib bagi orang gila dan hajinya tidak sah.
c.
Baligh, tidak
wajib bagi bayi tetapi bila sudah mumayyiz (bisa membedakan antara yang baik
dan yang buruk) hajinya diterima. Namun demikian setelah dewasa yang
bersangkutan belum bebas dari fardu haji.
d.
Merdeka, tidak
wajib haji bagi budak.
e.
Sehat jasmani.
f.
Memiliki bekal
dan sarana perjalanan.
g.
Perjalanan
aman.
Tambahan
bagi wanita:
1.
Harus didampingi suami atau mahramnya.
2.
Tidak dalam keadaan iddah, baik karena cerai maupun kematian suami.
2.
Syarat haji
menurut mazhab Maliki
a.
Islam, haji
tidak wajib bagi orang kafir dan hajinya tidak sah.
b.
Akal, tidak
wajib bagi orang gila dan hajinya tidak sah.
c.
Balig, tidak
wajib bagi bayi tetapi bila sudah mumayyiz (bisa membedakan antara yang baik
dengan yang buruk) hajinya diterima. Namun demikian setelah dewasa yang
bersangkutan belum bebas dari fardu haji.
d.
Merdeka, tidak
wajib haji bagi budak.
e.
Kemampuan
Tambahan bagi wanita:
Tidak disyaratkan adanya suami atau mahram tapi boleh melaksanakan
haji bila ada teman yang dianggap aman, baik bagi wanita muda atau tua.
3.
Syarat haji
menurut mazhab Syafi’i
a.
Islam, haji
tidak wajib bagi orang kafir, hajinya tidak sah.
b.
Merdeka, tidak
wajib haji bagi budak.
c.
Taklif (sudah
mukallaf, yaitu berkewajiban melaksanakan syariat)
d.
Kemampuan,
dengan syarat sebagai berikut:
1.
Ada perbekalan,
makanan dan lain-lain untuk pergi dan pulang.
2.
Ada kendaraan
3.
Perbekalan yang
dibawa harus kelebihan dari pembayaran hutang dan biaya keluarga yang
ditinggalkan di rumah.
4.
Dengan
kendaraan yang sudah jelas bahwa tidak akan mengalami kesulitan.
5.
Perjalanan
aman.
Tambahan
untuk wanita:
Ada
pendamping yang aman dengan seorang wanita muslimah yang merdeka dan tepercaya.
4.
Syarat haji
menurut mazhab Hambali
a.
Islam, haji
tidak wajib bagi orang kafir dan hajinya tidak sah.
b.
Akal, tidak
wajib bagi orang gila, hajinya tidak sah.
c.
Balig, tidak
wajib bagi bayi tetapi bila sudah mumayyiz (bisa membedakan yang baik dengan
yang buruk) hajinya diterima. Namun demikian setelah dewasa yang bersangkutan
belum bebas dari fardu haji.
d.
Merdeka, tidak
wajib haji bagi budak.
e.
Kemampuan
Tambahan
bagi wanita:
Harus
diikuti oleh mahramnya atau orang yang haram menikahinya selamanya.
B.
Rukun Haji
Rukun
haji adalah amalan-amalan haji yang apabila ditinggalkan maka batal hajinya.
Dalam hal ini, di antara para fuqaha terdapat perbedaan pendapat;
a.
Rukun haji
menurut mazhab Hanafi
Menurut
mazhab Hanafi rukun haji hanya ada dua yaitu wukuf di Arafah; dan empat kali
putaran dalam thawaf ifadhah sedangkan tiga kali putaran lainnya sekedar wajib.
b.
Rukun haji
menurut mazhab Maliki dan Hambali
Menurut
mazhab Maliki dan Hambali rukun haji ada empat, diantaranya adalah:
a.
Ihram
b.
Thawaf ifadhah
c.
sa’i, dan
d.
wukuf di Arafat
(hari Arafah).
c.
Rukun haji
menurut Syafi’i
Menurut
Mazhab Syafi’i ada enam,yaitu:
a. Ihram
b. Thawaf Ifadhah
c. Sa’i
d. Wukuf di Arafat (hari Arafah).
e. Memotong/menggunting rambut
f. Tertib
Yang dimaksud tertib di sini adalah mendahulukan ihram dari semua
amalan haji. Melaksanakan wukuf sebelum thawaf Ifadhah dan menggunting rambut,
melaksanakan thawaf Ifadhah sebelum sa’i kecuali yang telah sa’i pada waktu
thawaf qudum (bagi yang melaksanakan haji ifrad atau qiran), maka setelah
thawaf ifadhah tidak diharuskan sa’i lagi.
C.
Wajib Haji
a.
Menurut mazhab
Hanafi:
1. Syai’ antara bukit Shafa dan Marwah
2. Bermalam di Muzdalifah
3. Melempar jumroh
4. Memotong atau memendekkan rambut (tahallul)
5. Thawaf wada’
b.
Menurut mazhab
Maliki:
1. Bermalam di Muzdalifah
2. Mendahulukan lontar jumroh aqobah daripada mencukur rambut
dan thawaf ifadoh
3. Bermalam diMina selama
hari tasyrik
4. Melempar jumroh setelah terbit fajar dan setelah tergelincirnya
matahari sampai tebenamnya matahari.
5. Mencukur rambut
c.
Menurut mazhab
Syafi’i:
1. Berihrom dari miqot
2. Melempar jumroh
3. Bermalam di Muzdalifah
4. Bermalam di Mina
5. Thawaf wada’
d.
Menurut mazhab
Hambali
1. Berihrom dari miqot
2. Wuquf di Arafah sampai terbenam matahari
3. Bermalam di Muzdalifah
4. Bermalam di Mina
5. Melempar
jumroh secara teratur dimulai dari jumrotul ula, wustho dan aqobah
6. Memotong atau memendekkan rambut (tahallul)
7. Thawaf
wada’
IV.
KESIMPULAN
Mengenai syarat haji, para mazhab sependapat bahwa syarat sah haji
adalah Islam, akal, sehat dan merdeka. Mengenai baligh ada perbedaan pendapat
antara mazhab Syafi’I dengn para mazhab yang lain. Syafi’I memandang bahwa anak
kecil jika dia sudah mumayyiz dan mendapatkan izin dari orang tuanya maka
hajinya sudah sah.
Sedangkan rukun
haji keempat mazhab mempunyai perbedaan yaitu, hanafi rukun haji hanya dua
antara lain tawaf dan wukuf. Maliki dan hambali berpendapat bahwa rukun haji
adalah Ihram, Thawaf, ifadhah, sa’i, dan wukuf di Arafat (hari Arafah). Syafi’I
berpendapat bahwa rukun haji adalah Ihram, Thawaf Ifadhah, Sa’I, Wukuf di
Arafat (hari Arafah), Memotong/menggunting rambut, Tertib.
Semua mazhab
sepakat bahwa bermalam di muzdalifah, lempar jumroh, memotong rambut dan juga
thawaf adalah wajib haji. Namun ada
perbedaan antara lain menurut Hanafi sya’I merupakan salah satu wajib haji.
Maliki, Syafi’I dan Hambali berpendapat bahwa bermalam di Mina juga merupakan
wajib haji. Dan Syafi’I dan Hambali berpendapat bahwa ihrom dari miqot juga
merupakan salah satu wajib haji.
V.
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang dapat kami paparkan. Saran dan kritik yang membangun selalu kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini
dan makalah berikutnya. Semoga ada manfaatnya. Amin
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Wahbah Al Zuhaily, Fiqih, (Bandung: Pustaka Media Utama, 2006),
hal:
Saleh al Fauzan,
Fiqih sehari-hari, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hal: 307
Nogarsyah Moede Gayo,
Pustaka pintar haji dan umrah, Inovasi, Jakarta:2003
Mughniyah, Muhammad
jawad, fiqih lima mazdhab cet-6 (Jakarta: penerbit lentera, 2007) hal: 205
http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2071359-pengertian-haji/#ixzz2TkU7gH8U
(diunduh:sabtu 18-05-2013 08:15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar