Label

Selasa, 26 Maret 2013

Otonomi Daerah

I.                   PENDAHULUAN
Tuntutan global menempatkan isu demoratisasi dalam pemerintahan, di mana rakyat di tempatkan pada kedudukan yang penting (putting people first). Sungguh sangat bijaksana consensus yang dicapai oleh para founding father kita, yaitu membangun kesatuan dan persatuan bangsa dengan bingkai Negara kesatuan sebagai elemen perekatnya.
Namun struktur geografis yang terhampar luas dengan kemajemukan masyarakatnya juga perlu diakomodasi melalui desentralisasi. Pembentukan daerah otonom melalui desentralisasi pada hakekatnya adalah untuk menciptaka efisiensi dan inovasi dalam pemerintahan. Dalam rangka desentralisai itulah maka daerah-daerah diberi otonomi, yaitu hak untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri
I.                   RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana Penyelenggaraan Otonomi Daerah ?
2.      Apa Hubugan Pemerintah Daerah dengan Otonomi ?
3.      Apa yang Dimaksud Partai Politik Dan Pilkada Langsung ?
II.                PEMBAHASAN
A.    Penyelenggaraan Otonomi Daerah
1.      Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi atau aotonomi berasal dari bahasa Yunani, auto berarti sendiri dan nomous yang berarti hukum atau peraturan. Menurut Koesuma Hatmaja tahun (1979) berpendapat bahwa menurut perkembangan sejarah di Indonesia, otonomi sering mengadung arti perundangan (regeling), juga mengandung arti pemerintahan (bestuur).
Dari pemahaman tentang otonomi daerah tersebut pada hakikatnya otonomi daerah adalah :
a.       Mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom. Hal tersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan pemerintah (pusat) yang diserahkan kepada daerah. Istilah sendiri dalam hak mengatur dan mengurus rumah tangga merupakan inti keotonomian otonomi daerah: penetapan kebijaksanaan sendiri, pelaksanaan sendiri, serta pembiayaan serta pertanggung jawaban, maka hal itu dikembalikan kepada pihak yang memberi dan berubah kembali menjadi urusan pemerintah (pusat).
b.      Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu di luar batas-batas wilayah daerahnya.
c.       Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya.
2.      Penataan Kewenangan Kelembagaan, Relokasi Personil, dan Dokumen
Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mewujudkan otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab di era reformasi dan desentralisasi pemerintah dalam melakukan penataan kewenangan, organisasi perangkat daerah, penataan relokasi personil, sebagai tindak lanjut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah mengubah paradigma sentralisasi pemerintah ke arah desentralisasi dengan pemberian otonomi daerah yang nyata, luas, dan bertanggung jawab kepada daerah.
      Penetapan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 telah mengakibatkan terjadinya perubahan kewenangan pemerintah pusat dan daerah yang berimplikasi pada perubahan beban tugas dan struktur organisasi sebagai wadahnya.[1]
Untuk mengetahui hakekat pemberian otonomi kepada Daerah perlu difahami benar-benar prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah yang disebutkan dalam Penjelasan UU no, 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Di situ dikatakan adanya 8 (delapan) pokok prinsip yang dimaksud[2] :
1.      Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keaneka ragaman Daerah.
2.      Pelaksanaan otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan
bertanggungjawab.
3.      Pelaksanaan otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah
Kabupaten dan daerah Kota, sedang daerah Provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4.      Pelaksanaan otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta Antar Daerah.
5.      Pelaksanaan otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian   Daerah Otonomi, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota tidak lagi ada wilayah Administrasi. Demikian pula dikawasan-kawasan yang khusus yang dibina oleh Pemerintah (Pusat) atau pihak lain, seperti badan otoritas, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan, baru kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan Peraturan Daerah Otonomi.
6.      Pelaksanaan Otonomi daerah harus lebih meningkatkan peran dan fungsi badan legisfatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
7.      Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Provinsi dalam
kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan
pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai Wakil
Pemerintah (Pusat).
8.      Pelaksanaan asas tugas pembantuan (medebewing, peny) dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah (Pusat) kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah (Pusat) kepada Desa, yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertangungjawabkan kepada yang menugaskannya.
a.                  Kewenangan
Prinsip-prinsip penataan kewenangan adalah sebagai berikut[3] :
1.      Sesuai dengan kemampuan dan ketetapan daerah, terdapat bidang pemerintahan yang tidak sepenuhnya dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi, termasuk sebelas bidang pemerintahan wajib yang diatur dalam Pasal 11 ayat 2 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999.
2.      Berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, departemen-departemen wajib menyiapkan pedoman standar pelayanan minimal dan selanjutnya provinsi juga wajib menentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
3.      Berdasarkan penjelasan Pasal 11 ayat 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, bidang-bidang dari berbagai bidang pemerintah yang menjadi kewenangan daerah yang akan dilaksanakan oleh kabupaten/kota tidak dilakukan penyerahan secara aktif oleh pemerintah pusat, tetapi melalui pengakuan oleh pemerintah.
b.                  Kelembagaan
Dalam peraturan pemerintah itu, organisasi perangkat desa dibentuk berdasarkan pertimbangan-pertimbangan :
1.      Kewenangan pemerintah yang dimiliki oleh daerah
2.      Kemampuan keuangan daerah
3.      Ketersedian sumber daya aparatur
4.      Pengembangan pola kerja sama antara daerah dan/atau dengan pihak ke tiga
Selanjutnya organisasi perangkat daerah ditetapkan dengan peraturan daerah (perda) dengan menetapkan pembentukan, kedudukan, tugas pokok, fungsi dan struktur organisasi perangkat daerah ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
c.                   Penataan Personil
Dalam penataan personil, pendektan yang harus digunakan harus mengacu pada kebutuhan organisasi, juga harus mempertimbangkan untuk memberdayakan potensi pegawai yang ada di semua hierarki pemerintahan tanpa memandang asal-usul ataupun jenis pegawai yang bersangkutan, sepanjang memenuhi persyaratan kompetisi jabatannya.
Hal ini perlu memdapat perhatian, adalah masalah kebijaksanaan, di mana dengan ditetapkannya Undang-undang Nomer 43 Tahun 1999, sistem kebijaksanann yang dianut adalah mendorong pengembangan ekonomi daerah sehingga kebijaksananan kepegawaian yang dilaksanakan oleh daerah otonom harus sesuai dengan kebutuhan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik pengangkatan, penempatan, pemindahan dan mutasi, maupun pemberhentian.[4]

3.      Pemerintah Daerah dengan Otonom
Proses peralihan dari sistem dekonsentrasi ke sistem desentralisasi disebut pemerintah daerah dengan otonom. Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintah. Tujuan otonom adalah mencapai efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat.
Desentralisasi telah lama dianut oleh Negara Indonesia. Secara historis asas desentralisasi itu telah dilaksanakan dizaman Hindia Belanda dengan adanya Undang-undang desentralisasi (Decentrakisatie Wet) tahun 1903. Dalam penyelenggaraan pemerintah selama ini terjadi kecenderungan kea rah sentralisasi. Sementara Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 berusaha agar terjadi tendensi kearah desentralisasi.
Oleh karena itu, daerah otonom adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur da mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.[5]  
B.     Tugas, Pokok dan Fungsi Direktorat Otonomi Daerah
Pasal 419
Direktorat Otonomi Daerah mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, koordinasi, sinkronisasi pelaksanaan penyusunan dan evaluasi perencanaan pembangunan nasional di bidang kelembagaan pemerintahan daerah termasuk penataan daerah otonom baru dan penataan peraturan perundangan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah,peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan daerah, serta pengembangan kapasitas keuangan daerah serta pemantauan dan penilaian atas pelaksanaannya.

Pasal 420
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419, Direktorat Otonomi Daerah menyelenggarakan fungsi:
a.       Pengkajian kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional di bidang desentralisasi dan otonomi daerah;
b.      Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional di bidang desentralisasi dan otonomi daerah;
c.       Penyiapan perumusan kebijakan dan pendanaan perencanaan pembangunan nasional di bidang desentralisasi dan otonomi daerah;
d.      Inventarisasi berbagai kebijakan dan informasi yang berkaitan dengan perumusan rencana dan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah;
e.       Pemantauan, evaluasi, dan penilaian kinerja pelaksanaan rencana pembangunan nasional di bidang otonomi daerah yang meliputi pengembangan kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah, penataan daearah otonom baru dan sinkronisasi peraturan perundangan daerah, serta keuangan daerah;
f.       Penyusunan rencana kerja pelaksanaan tugas dan fungsinya serta evaluasi dan pelaporan pelaksanaannya;
g.      Melakukan koordinasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan pejabat fungsional perencana di lingkungan direktoratnya.
Pasal 421
Direktorat Otonomi Daerah terdiri dari:
a. Sub Direktorat Kelembagaan Pemerintah Daerah;
b. Sub Direktorat Aparatur Pemerintah Daerah;
c. Sub Direktorat Pengembangan Kapasitas Keuangan Daerah

Pasal 422
Sub Direktorat Kelembagaan Pemerintahan Daerah mempunyai tugas melaksanakan pengkajian kebijakan dan penyiapan penyusunan rencana pembangunan nasional di bidang pengembangan kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan daerah termasuk penataan daerah otonom baru dan sikronisasi peraturan perundangan daerah, serta melaksanakan pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaannya.

Pasal 423
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 422, Sub Direktorat Kelembagaan Pemerintah Daerah menyelenggarakan fungsi:
a.       Pengkajian kebijakan di bidang kelembagaan pemerintahan daerah termasuk penataan daerah otonom baru dan sikronisasi peraturan perundangan daerah;
b.      Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan pembangunan nasional di bidang kelembagaan pemerintahan daerah termasuk penataan daerah otonom baru dan sikronisasi peraturan perundangan daerah;
c.       Penyusunan rencana pembangunan nasional di bidang kelembagaan pemerintahan daerah termasuk penataan daerah otonom baru dan sikronisasi peraturan perundangan daerah;
d.      Penyusunan rencana pendanaan pembangunan di bidang kelembagaan pemerintahan daerah termasuk penataan daerah otonom baru dan sikronisasi peraturan perundangan daerah;
e.       Pelaksanaan inventarisasi dan analisis berbagai kebijakan dan informasi yang berkaitan dengan penyiapan rencana pendanaan pembangunan di bidang kelembagaan pemerintahan daerah termasuk penataan daerah otonom baru dan sikronisasi peraturan perundangan daerah;
f.       Pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaan rencana, kebijakan, dan program-program pembangunan di bidang pengembangan kelembagaan pemerintahan daerah termasuk penataan daerah otonom baru dan sikronisasi peraturan perundangan daerah.
Pasal 424
Sub Direktorat Aparatur Pemerintahan Daerah mempunyai tugas melaksanakan pengkajian kebijakan dan penyiapan penyusunan rencana pembangunan nasional di bidang pengembangan sumber daya manusia aparatur pemerintahan daerah, serta melaksanakan pemantauan, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaannya.

Pasal 425
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 424, Sub Direktorat Aparatur Pemerintah Daerah menyelenggarakan fungsi:
a.       Pengkajian kebijakan di bidang pengembangan sumber daya manusia aparatur pemerintahan;
b.      Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan pembangunan nasional di bidang pengembangan sumber daya manusia aparatur pemerintahan;
c.       Penyusunan rencana pembangunan nasional di bidang pengembangan sumber daya manusia aparatur pemerintahan;
d.      Penyusunan rencana pendanaan pembangunan di bidang pengembangan sumber daya manusia aparatur pemerintahan;
e.       Pelaksanaan inventarisasi dan analisis berbagai kebijakan dan informasi yang berkaitan dengan penyiapan rencana pendanaan pembangunan di bidang pengembangan sumber daya manusia aparatur pemerintahan;
f.       Pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaan rencana, kebijakan, dan program-program pembangunan di bidang pengembangan sumber daya manusai aparatur pemerintah.

Pasal 426
Sub Direktorat Pengembangan Kapasitas Keuangan Daerah mempunyai tugas melaksanakan pengkajian kebijakan dan penyiapan penyusunan rencana pembangunan nasional di bidang pengembangan kapasitas keuangan daerah dan pelaksanaan desentralisasi fiskal termasuk analisis kebijakan DAU, DAK, dan dana bagi hasil dan pengelolaannya serta melaksanakan pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaannya.

Pasal 427
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 426, Sub Direktorat Pengembangan Kapasitas Keuangan Daerah menyelenggarakan fungsi:
a.       Pengkajian kebijakan di bidang pengembangan kapasitas keuangan daerah dan pelaksanaan desentralisasi fiskal;
b.      Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan pembangunan nasional di bidang pengembangan kapasitas keuangan daerah dan pelaksanaan desentralisasi fiskal;
c.       Penyusunan rencana pembangunan nasional di bidang pengembangan kapasitas keuangan daerah dan pelaksanaan desentralisasi fiskal;
d.      Penyusunan rencana pendanaan pembangunan di bidang pengembangan kapasitas keuangan daerah dan pelaksanaan desentralisasi fiskal;
e.       Pelaksanaan inventarisasi dan analisis berbagai kebijakan dan informasi yang berkaitan dengan penyiapan rencana pendanaan pembangunan di bidang pengembangan kapasitas keuangan daerah dan pelaksanaan desentralisasi fiskal;
f.       Pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaan rencana, kebijakan, dan program-program pembangunan di bidang pengembangan kapasitas keuangan daerah dan pelaksanaan desentralisasi fiskal.[6]


C.    Partai Politik Dan Pilkada Langsung
1.      Peran Partai Politik
Secara umum dapat dikatakana bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisasi yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya dengan cara kostitusional) untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.
Di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan khususnya pada pasal-pasal tentang Pilkada, terlihat jelas peran partai politik masih cukup dominan, sebagaimana dapat dilihat pada pasal-pasal dibawah ini.[7]
a.       Pasal 56 ayat 2 : pasangan calon diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
b.      Pasal 59 ayat 2 : parpol atau gabungan parpol yang dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan skurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari akumulasi perolehan sura sah dalm pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
c.       Pasal 59 ayat 3 : parpol atau gabungan parpol wajib membuka kesempatan seluas-luasnya bagi bakal calon perorangan dan selanjutnya memproses bakal calon melalui mekanisme yang demokratis dan transparan.
d.      Pasal 59 ayat 4 : dalam proses penetapan pasangan calon parpol atau gabungan parpol memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat.
e.       Pasal 59 ayat 6 : parpol atau gabungan parpol hanya dapat mengusulkan satu pasangan calon dan pasangan calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh parpol atau gabungan parpol lainnya.
Mekanisme pilkada yang menempatkan calon melalui dukungan parpol bagaimanapun belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai demokrasi. Karena kedaulatan rakyat merupakan esensi demokrasi menjadi tereduksi oleh parpol yang berperan sebagai mediator dalam pilkada. Dengan masih dominannya peran partai politik dalam pilkada, tidak menutup kemungkinan perilaku politik gelap, seperti politik kepentingan, politik dagang sapi, ataupun politik disebut politik uang akan kembali terjadi.
2.      Pilkada
a.      Pengertian Pilkada
Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, atau seringkali disebut pilkada atau pemilukada, adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah:
·         Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi
·         Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten
·         Walikota dan wakil walikota untuk kota
Sebelumnya, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dasar hukum penyelenggaraan pilkada adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini, pilkada (pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah) belum dimasukkan dalam rezim pemilihan umum (pemilu). Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota.[8]
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
b.      Pilkada Langsung Secara Demokratis
Kewenangan DPRD yang begitu luas seringkali tidak di imbangi oleh keterampilan untuk mengartikulasi dan mengagresikan aspirasi masyarakat daerah secara optimal. Banyak kasus partai politik uang, politik an-sich, dukungan irasional partai politik dan campur tangan elite pejabat dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah semakin memperkokoh pendapat bahwa sebaiknya pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh masyarakat daerah.
Adapun semangat yang mendasari perlunya pilkada secara langsung oleh rakyat di daerah tidak terlepas dari latar belakang sebagai brikut :
Ø  Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 atau aturan pendukung lain di bawahnya sudah tidak sesuai lagi dengan perubahan system ketatanegaraan karenanya adanya amandemen UUD 1945, terutama pada pasal 18 ayat 4 yang menyatakan bahwa gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demokratis.
Ø  Adanya tuntutan dari masyarakat yang menghendak kepala daerah dipilih secara langsung dengan keyakinan bahwa pemimpin yan terpilih nanti akan mampu membawa masyarakat daerah menuju perbaikan dan kemakmuran. Adanya politik kepentingan yang dilakukan oleh anggota DPRDterutma pada penyampaian LPJ dan emilihan kepala daerah.
Dari ketiga latar belakang tersebut di atas, yang paling dominan dan yang merupakan keinginan mendasar dari masyarakat adalah munculnya pemimpin yang betul-betul mampu membawa masyarakat daerah menuju perbaikan dan kemakmuran, pemimpin yang arif dan bijaksana.

III.             KESIMPULAN
1.      Pada hakikatnya otonomi daerah adalah mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom, dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu di luar batas-batas wilayah daerahnya, daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya.
2.      Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mewujudkan otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab di ero reformasi dan desentralisasi pemerintah dalam melakukan penataan kewenangan, organisasi perangkat daerah, penataan relokasi personil, sebagai tindak lanjut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000.
3.      Tugas, Pokok dan Fungsi Direktorat Otonomi Daerah terdapat dalam Pasal 419, Pasal 420, Pasal 421, Pasal 422, Pasal 423, Pasal 424, Pasal 425, Pasal 426, Pasal 427
4.      Secara umum dapat dikatakana bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisasi yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya dengan cara kostitusional) untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.
5.      Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, atau seringkali disebut pilkada atau pemilukada, adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan ini di lakukan untuk memilih Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi Bupati dan wakil bupati untuk kabupatenWalikota dan wakil walikota untuk kota.
6.      Banyak kasus partai politik uang, politik an-sich, dukungan irasional partai politik dan campur tangan elite pejabat dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah semakin memperkokoh pendapat bahwa sebaiknya pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh masyarakat daerah.

IV.             PENUTUP
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khasanah keilmuan dan bermanfaat bagi kita semua. Dalam pembuatan makalah pasti ada kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan makalah selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Widjaja, haw. Penyelenggaraan Otonomi Daerah Di Indonesia. PT. RajaGrafindo Persada





[1] HAW. Widjaja. Penyelenggaraan Otonomi Daerah Di Indonesia. PT. RajaGrafindo Persada hal 7-8
[3] HAW. Widjaja, Op. Cit. hal 9-10
[4] Ibid. hal 13
[5] Ibid, hal 17-19
[7] HAW. Widjaja, Op. Cit. hal 118-119