Label

Rabu, 25 September 2013

Hadits Tentang Asas Kerahasiaan pada Konseling dan Menjaga Agar Klien Tidak Jenuh




HADITS TENTANG ASAS KERAHASIAAN DAN MENJAGA AGAR KLIEN TIDAK MERASA JENUH


Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Hadits Dakwah
Dosen Pengampu: Bp. Abdul Sattar


  




Disusun Oleh :
Lestri Nurratu                       ( 111111038 )


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013


   I.                   PENDAHULUAN
Al-Ashr ayat 1-3
Description: F:\al-ashr.jpg
Artinya: “Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan mengejrjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
      Dakwah merupakan kewajiban bagi seluruh umat manusia di dunia ini. Salah satu cara untuk berdakwah adalah dengan bimbingan konseling (nasehat) yaitu dengan menasehati yang baik dan menyuruh meninggalkan yang buruk. Dalam setiap kegiatan konseling yang dilakukan, seharusnya ada sesuatu asas atau dasar yang melandasi dilakukannya kegiatan tersebut. Atau dengan kata lain, ada asas yang dijadikan dasar pertimbangan kegiatan itu. Demikian pula hal nya dalam kegiatan bimbingan dan konseling, ada asas yanng dijadikan asar pertimbangan kegiatan itu. Menurut Prayitno ada dua belas asas yang harus menjadi dasar pertimbangan dalam kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Dalam makalah ini kami akan mencoba membahas hadits yang berkenaan dengan salah satu dari kedua belas asas tersebut yaitu hadits tentang asas kerahasiaan. Selain itu dalam makalah ini juga akan membahas hadits yang berkenaan dengan beberapa sikap yang harus dimiliki oleh konselor diantaranya hadits lemah lembut, menggembirakan.
II.                RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana bunyi hadits yang berkenaan dengan menjaga kerahasiaan ?
2.      Bagaimana hadits yang berkenaan dengan sikap konselor ?



III.             PEMBAHASAN
A.    Hadits Menyimpan Rahasia
Asas berarti dasar (sesuatu yg menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat),  dan asas juga bisa diartikan sebagai ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Dan dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling hendaknya selalu mengacu pada asas-asas bimbingan dan konseling. Diantaranya adalah asas kerahasiaan.
Rahasia bisa diartikan sebagai sesuatu yang sengaja disembunyikan supaya tidak diketahui orang lain. Di mana segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui oleh orang lain. Berikut hadits mengenai asas kerahasiaan:

رَوَى مُسْلِمٌ عَنْ ثَا بِتٍ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ أَتَى عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَلْعَبُ مَعَ الْغِلْمَانِ فَسَلَّمَ عَلَيْنَا فَبَعَثَنِي إِلَى حَاجَةٍ فَأَبْطَأْتُ عَلَى أُمِّي فَلَمَّاجِئْتُ قَالَتْ مَا حَبَسَكَ قُلْتُ بَعَثَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَاجَةٍ قَالَتْ مَاحَاجَتُهُ قُلْةُ إِنَّهَاسِرٌّقَالَتْ لَاتُخْبِرَنَّ بِسِرِّرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ أَحَدًاقَالَ أَنَسٌ وَاللهِ لَوْحَدَّثْتُ بِهِ أَحَدًالَحَدَّثْتُكَ بِهِ يَاثَابِتُ
Artinya : Muslim meriwayatkan pada Tsabit, dari Anas r.a, ia berkata: “Rasulullah SAW pernah menemuiku tatkala aku tengah bermain bersama anak-anak sebayaku. Beliau mengucapkan salam kepada kami. Setelah itu beliau mengutusku untuk suatu keperluan, namun aku lalu menemui ibuku dan berlama-lama disana. Ibuku lalu bertanya: ‘apa yang membuatmu tak bermain lagi?’ Aku menjawab: ‘Rasulullah SAW mengutusku untuk suatu keperluan.’ Ibuku bertanya: ‘Apa yang menjadi keperluan beliau?’ Aku menjawab: ‘Keperluan beliau yang satu ini bersifat rahasia.’ Ibu berkata: ‘Sekali-kali janganlah engkau memberitahukan rahasia Rasulullah SWA kepada seorangpun.’” Anas berkata kepada Tsabit: “Sekiranya aku boleh memberitahukan kepada seseorang, tentu aku member tahunya kepadamu, wahai Tsabit.” (HR Muslim).[1]
Asas kerahasiaan ini merupakan kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan klien. Mereka akan takut meminta bantuan sebab khawatir masalah dan diri mereka akan menjadi gunjingan.[2]
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Mu’minun ayat 8.
Description: C:\Users\Unye\Pictures\ahsr.jpg
Artinya: “….Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.”[3]
B.     Hadits Mengenai Sikap yang Harus dimiliki Konselor
Selain menjaga rahasia di dalam proses bimbingan dan konseling juga diperlukan adanya management waktu agar konseli tidak merasa bosan dengan proses konseling tersebut. Dalam hadits menyebuutkan
وَعَنْ اَبِى وَائِلٍ شَقِيْقِ بْنِ سَلَمَةَ قَالَ : كَانَ ابْنُ مَسْعَوْدٍرَضِيَ اللهُ عَنْهُ يُذَكِّرُنَا فِى كُلِّ خَمِيْسٍ, فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ يَااَبَاعَبْدِالرَّحْمنِ لَوَدِدْتُ اَنَّكَ ذَكَّرْتَنَا كُلَّ يَوْمٍ, فَقَالَ : اَمَااِنَّهُ يَمْنَعُنِى مِنْذلِكَ اَنِّى اَكْرَهُ اَنْ اُمِلَّكُمْ, وَاِنِّى اَتَحَوَّ لُكُمْ بِلْمَوْعِظَةِ كَمَا كَانَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّلُنَا بِهَامُخَافَةَ السّامَتِ عَلَيْنَا
Artinya: “Dari Abu Syaqiq bin Salamah, ia berkata; “setiap hari kamis Ibnu Mas’ud ra bisa member nasehat kepada kami. Waktu itu ada yang usul : “Wahai Abu Abdurrahman, saya lebih senang apabila kamu mau menasehati kami setiap hari.” Ibnu Mas’ud menjawab: “Sebenarnya saya bisa member nasehat setiap hari. Hanya saja, saya khawatir kalau kalian menjadi bosan. Saya sengaja membatasinya sebagaimana Rasulullah SAW melakukannya kepada kami. Beliau juga khawatir kalo kami merasa bosan.” (HR Bukhori-Muslim).[4]
Pada proses konseling, keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh seberapa profesional seorang konselor dalam menjalankan profesinya, seberapa profesional ia mempraktekan teori-teori yang telah dipelajarinya. Akan tetapi, jauh dibalik itu akhlak seorang konselor juga menjadi penentu keberhasilan proses konseling itu.
Sebagai orang muslim, Nabi Muhammad SAW adalah contoh teladan akhlak yang baik. Konselor bisa menerapkan akhlak Rasululullah dalam kehidupan sehari-harinya sehingga ketika melakukan proses konseling, ia disukai klien  dan proses  konseling yang ia lakukan berjalan baik. Karena konselor merupakan acuan dan pedoman bagi klien, maka sudah selayaknya konselor perlu memiliki akhlak islami. Sifat yang harus dimiliki oleh konselor diantaranya adalah

وَعَنْ اَنَسٍ رَضِىَّ ا للهُ عَنْهُ النَّبِىِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوْا, وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا
yang artinya : “Dari Anas r.a. dari Nabi SAW., Beliau bersabda : “permudahlah dan jangan mempersulit, gembirakanlah dan jangan mempergusarkan!” (HR. Bukhari-Muslim).[5]
Hadits ini merupakan suatu pengarahan dimana seorang konselor (Da’i) dalam melakukan konseling kepada klien hendaknya mereka selalu bersikap dan bertingkah yang ceria dan menggembirakan. Karena tingkah demikian akan menarik hati dan orang akan condong kepadanya. Dan janganlah bersikap yang menggusarkan dan menakutkan karena sikap seperti itu bukan membuat orang segan tapi malah sebaliknya, sikap seperti itu akan membuat orang lari menjauhi kita.



Dalam Q.S At-Thaahaa menyebutkan
Description: C:\Users\Unye\Pictures\Al-Isro.jpg
Yang artinya: “maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”.

وَعَنْ جَرِ يْرِ بْنِ عَبْدِ ا للهُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ يَقُوْلُ : مَنْ يُحْرَمِ الرِّفْقَ يُحْرَمِ الْخَيْرَكُلَّهُ
Artinya: “Dari Jarir bin Abdillah r.a., ia berkata : aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “siapa yang tidak dianugrahi sifat kelembutan maka ia tidak dianugrahi kebaikan apa saja”. (HR. Muslim)[6]
Seorang konselor yang tidak mempunyai sifat kelembutan, maka dalam melakukan proses konseling akan menciptakan suasana yang kaku atau tidak nyaman akibatnya akan tercipta suasana yang tidak menyenangkan.
IV.             KESIMPULAN
Kerahasiaan ini merupakan kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan klien. Mereka akan takut meminta bantuan sebab khawatir masalah dan diri mereka akan menjadi gunjingan.
Selain menjaga rahasia di dalam proses bimbingan dan konseling juga diperlukan adanya management waktu agar konseli tidak merasa bosan dengan proses konseling tersebut. Pada proses konseling, keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh seberapa profesional seorang konselor dalam menjalankan profesinya. Akan tetapi, jauh dibalik itu akhlak seorang konselor juga menjadi penentu keberhasilan proses konseling itu. Contohnya adalah dengan sikap lemah lembut dan juga menggembirakan.



V.                PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan. Saran dan kritik yang membangun selalu kami nantikan demi kesempurnaan  makalah ini dan makalah berikutnya. Semoga ada manfaatnya. Amin.



                                                      DAFTAR PUSTAKA
Hallen A, BIMBINGAN DAN KONSELING, 2005, (Jakarta: PT. Ciputat Press)
Imam Nawawi, RINGKASAN RIYADHUSH SHALIHIN, 2006, (Bandung: IBS)
Husaini A. Majid Hasyim, SYARAH RIYADHUSH SHALIHIN 2, 1993, (Surabaya: PT Bina          Ilmu)


[1] Imam Nawawi, RINGKASAN RIYADHUSH SHALIHIN, 2006, (Bandung: IBS), hal: 399
[2] Hallen A, BIMBINGAN DAN KONSELING, 2005, (Jakarta: PT. Ciputat Press), hal: 62-63
[3] Al-qur’an al-karim
[4] Op. Cit, Imam Nawawi, hal: 641
[5] Husaini A. Majid Hasyim, SYARAH RIYADHUSH SHALIHIN 2, 1993, (Surabaya: PT Bina Ilmu), hal : 442
[6] Ibid, Husaini A. Majid Hasyim, hal : 443

Pendekatan Trait



       I.            RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana teori kepribadian pendekatan Trait menurut A.Maslow ?
B.     Bagaimana teori kepribadian pendekatan Trait menurut Allport ?
    II.            PEMBAHASAN
A.    Pendekatan Trait A. Maslow
Abraham Maslow dengan nama asli Abraham Harold Maslow, lahir di Manhattan, New York 1 April 1908. Maslow menghabiskan masa anak-anaknya yang tidak bahagia di Brooklyn. Dia sulung dari 7 bersaudaradari pasangan Samuel Maslow dan Rose Scholosky Maslow. Sejak kecil Maslow tidak menyukai ibunya. Ibunya merupakan salah satu wanita yang religious. Beliau sering mengancam Maslow dengan hukuman-hukuman dari tuhan apabila Maslow tidak menuruti perintah ibunya. Dari situ Maslow mulai menguji apakan hukuman dari tuhan itu ada dengan cara dia selalu melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Namun ternyata hukuman yang dikatakan oleh ibunya itu tidak pernah ada. Dari situ Maslow tida mempercayai Agama dan dia menyebutkan bahwa dirinya adalah seorang ateis.[1]
Abraham Maslow dikenal dengan teori kebutuhannya. Teori Abraham Maslow dimasukkan ke dalam paradigma traits karena teori ini menekankan pentingnya peran kebutuhan dalam pembentukkan kepribadian. Dalam hal ini kedudukan Maslow menjadi unik. Pada mulanya dia adalah kelompok behavioris. Namun kemudian dia menyadari bahwa behaviorisme dan psikoanalisis yang mengembangkan teori berdasarkan penelitian binatang dan orang neurotik, tidak berhasil menangkap keajaiban nilai-nilai kemanusiaan. Akhirnya dia menjadi orang pertama yang memproklamirkan aliran humanistik.[2]
Teori kepribadian Abraham Maslow memiliki beberapa nama. Dari teori humanistic sampai teori transpersonal, madzhab ketiga psikologi, daya keempat dalam kepribadian, teori kebutuhan dan teori atualisasi diri. tetapiAbraham MAslo sendiri lebih sua menyebut piirannya itu dengan teori dinamika holistic, karena teori ini mengasumsikan keseluruhan pribadi manusia termotivasikan secara konstan ole suatu kebutuhan atau kebutuhan lainnya, kemudian bahwa manusia memiliki potensi untuk tumbuh berkembang menuju kesehatan psikologis yaitu aktualisasi diri. Untuk mencapai aktualisasi diri manusia harus memuaskan kebutuhan tingkat dasarnya terlebih dahulu seperti rasa lapar, rasa aman, dicintai, dan dihargai. Hanya dengan memenuhi kebutuhan ini manusia bisa mencapai aktualisasi diri sepenuhnya.[3]
Pandangan humanisme dalam kepribadian menekankan hal-hal berikut :
1.      Holisme
Holisme menegaskan bahwa organisme selalu bertingkahlaku sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagian/komponen yang berbeda.
2.      Menolak riset binatang
Psikologi humanistik menekankan perbedaan antara tingkah laku manusia dengan tingkah laku binatang. Riset binatang memandang manusia sebagai mesin dan mata ratai refleks-kondisioning, mengabaikan karakteristik manusia yang unik.
3.      Manusia pada dasarnya baik, bukan setan
Menurut Maslow, manusia memiliki struktur psikologik yang analog dengan struktur fisik: mereka memiliki “kebutuhan, kemampuan, dan kecenderungan yang sifat dasarnya genetik.” Kebutuhan, kemampuan dan kecenderungan itu secara esensial sesuatu yang baik, atau paling tidak sesuatu yang netral, itu bukan setan. Sifat setan yang jahat, destruksif dan kekerasan adalah hasil dari frustasi atau kegagalan memuaskan kebutuhan dasar, dan bukan bagian dari hereditas. Manusia mempunyai struktur yang potensial untuk berkembang positif. 
4.      Potensi kreatif
Kreativitas merupakan ciri universal manusia, sejak dilahirkan. Kreativitas adalah potensi semua orang, yang tidak memerlukan bakat dan kemampuan khusus. Sayang, umumnya orang justru kehilangan kreativitas ini karena proses pembudayaan (enculturated).

5.      Menekankan kesatuan psikologik
Pendekatan humanistik mengarahkan pusat perhatiannya kepada manusia sehat, kreatif, dan mampu mengaktualisasikan diri. Maslow berpendapat psikopatologi umumnya hasil dari penolakan, frustasi, atau penyimpangan dari hakekat alami seseorang. Dalam pandangan ini, apa yang baik adalah semua yang memajukan aktualisasi diri, dan yang buruk atau abnormal adalah segala hal yang menggagalkan atau menghambat atau menolak kemanusiaan sebagai hakekat alami. Karena itu psikoterapi adalah usaha mengembalikan orang ke jalur aktualisasi dirinya dan berkembang sepanjang lintasan yang diatur oleh alam di dalam dirinya.

Konsep Maslow berasumsi bahwa kebutuhan yang paling rendah tingkatannya (fisiologis) harus dipuaskan atau terpenuhi terlebih dahulu sebagai stimulus untuk memenuhi tingkat kebutuhan tingkat selanjutnya. Lima kebutuhan tersebut merupaan bentuk dari kebutuhan konatif yang mencirikan motivasi.
Maslow mendata kebutuhan-kebutuhan tersebut berdasarkan potensinya yaitu fisiologis, rasa aman, rasa dicintai dan dimiliki, rasa dihargai, aktualisasi diri:

Jenjang Need
Deskripsi
Metaneed
Self actualization needs
Kebutuhan orang untuk menjadi yang seharusnya sesuai dengan potensinya. Kebutuhan kreatif, realisasi diri, pengembangan self.
Basicneed
Esteem needs
  1. Kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, kepercayaan diri, kemandirian
  2.  Kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi penting, kehormatan dan apresiasi
Love needs/ Belongingness
Kebutuhan kasih sayang, keluarga, sejawat, pasangan, anak.
Kebutuhan menjadi bagian dari kelompok, masyarakat.
Safety needs
Kebutuhan keamanan, satabilitas, proteksi, struktur, hukum, keteraturan, batas, bebas dari takut dan cemas.
Physiological needs
Kebutuhan homeostatik: makan, minum, gula, garam, protein, serta kebutuhan istirahat dan seks

Sebagai tambahan dari kebutuhan yang lima ini, Maslow juga mengidentifikasikan tiga kebutuhan dari kategori yang lain antara lain estetis, kognitif dan neurotic. Pemenuhan kebutuhan kognitif dan estetis konsisten dengan kesehatan psikologis, sementra deprivasi dari dua kebutuhan ini akan menghasilkan patologi. Sedangkan kebutuhan yang neurotic akan tetap mengarah pada patologi entah terpenuhi atau tidak.
a.       Kebutuhan Estetis
Kebutuhan estetis tidak bersifat universal, karena tidak banyak orang dari berbagai daerah yang tertarik dengan kebutuhan akan keindahan dan pengalaman-pengalaman menyenangan secara estetis. Orang dengan kebutuhan estetis kuat menginginkan lingkungan sekelilingnya indah dan teratur, dan jika kebutuhan itu tida terpenuhi maka mereka akan menjadi sakit karena kebutuhan konatifnya terhambat.
Manusia lebih suka keindahan daripada kejelekan, dan mereka bisa sakit secara fisik dan spiritual jika dipaksa untuk hidup dalam lingkungan yang kacau dan tidak teratur.[4]
b.      Kebutuhan Kognitif
Sebagian orang memiliki keinginan-keinginan untuk mengetahui sesuatu, memecahkan misteri, memahami sesuatu, dan ingin menyelidiki sesuatu. Maslow percaya bahwa pribadi yang sehat ingin tahu lebih banyak, berteori sesuatu, menguji hipotesis, menyingkapan misteri, atau menemukan bagaimana sesuatu bekerja hanya demi epuasan mengetahui itu saja.
Sedangkan orang yang tidak terpenuh kebutuhan kognitifnya, yang kekurangan akses informasi, dan yang sudah terbiasa berdalih untuk menutupi perasaan kekurangan ini, akan melihat bahwa perasaan ingin tau perlahan akan berubah menjadi racun patologis, sebuah patologi yang kemudian mengambil bentuk skeptisisme, kenaifan, dan sinisme terhadap pengetahuan.
c.       Kebutuhan Neurotik
Kebutuhan neukrotik bersifat nonproduktif, mengembangkan gaya hidup yang tidak sehat, gaya hidup yang tidak memiliki nilai dalam kaitannya dengan perjuangan mencapai aktualisasi diri, gaya hidup reaktif, berperan sebagai kompensasi dari kebutuhan dasar yang tidak tepenuhi[5]
Dengan cara yang sama, pribadi yang neurotic juga dapat membangun hubungan dekat dengan orang lain, tetapi hubungan itu bersifat neurotic, simbiosis yang lebih mengarah pada hubungan yang patologis dari pada cinta sejati.
Kepuasan kebutuhan hirarkis (konatif, estetik, dan kognitif) menjadi dasar dari kesehatan fisik dan psikis seseorang, dan frustasi karena kegagalan memperoleh kepuasan akan menimbulkan gangguan, penyakit pada taraf tertentu. Maslow mengemukakan, manusia masih mempunyai kebutuhan yakni kebutuhan neurotik, yang bekerja terpisah dari kebutuhan lainnya. Frustasi karena kebutuhan hirarkis tidak terpenuhi, dalam keadaan yang ekstrim dan berjangka lama dapat berubah menjadi kebutuhan neukrotik.
Maslow percaya bahwa kita semua dapat menjadi pengaktualisasi diri yang baik karena hakekat kemanusiaan memiliki potensi luar biasa untuk menjadikan kita manusia yang unggul.jika belum mencapai tingkatan tertinggi, bukan kita disebabkan karna kecacatan atau patologi tertentu, kita gagl memenuhi aktualisasi diri jika tingkat kebutuhan untuk dicintai terhalang atau jika kita tidak dapat memenuhi kebutuhan akan makan, rasa aman, dicintai atau dimiliki dan di hargai .
B.     Pendekatan Trait Allport

 III.            KESIMPULAN
 IV.            PENUTUP
Demikian makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dalam penyusunan baik penulisan, maka dari itu diharapkan saran untuk perbaikan makalah ini dan untuk makalah selanjutnya. Semoga bisa bermanfaat. Amiiin
DAFTAR PUSTAKA


[1] Jess Feist & Gregory J. Feist, THEORIES OF PERSONALITY, 2008,  (Yogyakarta: Pustaka Belajar), hal: 242
[3] Op.Cit, Jess Feist & Gregory J. Feist, hal: 241
[4] Jess Feist & Gregory J. Feist, THEORIES OF PERSONALITY, 2008,  (Yogyakarta: Pustaka Belajar), hal:
[5] Op.Cit http://nurvianamazing.blogspot.com