TERAPI
REALITAS
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Pemahaman Individu
Dosen
Pengampu: Anila Umriana, M.Pd
Disusun
Oleh :
Lestri
Nurratu ( 111111038 )
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Semua
motivasi dan perilaku kita adalah dalam rangka memuaskan salah satu atau lebih
kebutuhan universal manusia, dan bahwa kita bertanggung jawab atas perilaku
yang kita lakukan atau pilih. Individu harus berani menghadapi realitas dan
bersedia untuk tidak mengulangi masa lalu. Hal penting yang harus dihadapi
seseorang adalah mencoba menggantikan dan melakukan intensi untuk masa depan.
Seorang terapis bertugas menolong individu
membuat rencana yang spesifik bagi perilaku mereka dan membuat sebuah komitmen
untuk menjalankan rencana-rencana yang telah dibuatnya. Dalam hal ini identitas
diri merupakan satu hal penting kebutuhan sosial manusia yang harus
dikembangkan melalui interaksi dengan sesamanya, maupun dengan dirinya sendiri.
Perubahan identitas biasanya diikuti dengan
perubahan perilaku di mana individu harus bersedia merubah apa yang
dilakukannya dan mengenakan perilaku yang baru. Untuk itu, dalam
makalah ini akan membahas mengenai terapi realitas. Karena dalam hal ini
terapi realitas dipusatkan pada upaya menolong individu agar dapat memahami dan
menerima keterbatasan dan kemampuan dalam dirinya.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Apakah terapi realitas itu ?
B.
Apa saja teori dan konsep dasar dalam terapi realita ?
C.
Apa
ciri-ciri dari terapi realitas?
D.
Apa
tujuan dari terapi realitas?
E.
Bagaimana
fungsi dan peranan bagi terapis?
F.
Bagaimana
tehnik-tehnik dan prosedur dalam terapi realita?
III.
PEMBAHASAN
A. Terapi Realitas
Terapi realitas adalah sebuah metode konseling
dan psikoterapi perilaku kognitif yang sangat berfokus dan interaktif, dan
merupakan salah satu yang telah diterapkan dengan sukses dalam berbagai
lingkup.[1]
Terapi realitas dikembangkan
oleh William Glasser pada tahun 1960-an sebagai reaksi penolakan terhadap
konsep-konsep dalam konseling psikoanalisa. William Glasser lahir
pada tahun 1925 di Ohio. Pada usianya yang sangat muda, 19 tahun ia lulus
sebagai Insinyur Kimia di Case Institute of Technology. Dan pada umur 23 tahun
ia mendapat gelar Master bidang Psikologi Klinis di Case Western Reserve
University, dan pada usianya yang ke 28 tahun Glesser lulus sebagai Doktor pada
universitas yang sama.[2]
Glasser
memandang Psikoanalisa sebagai suatu model perlakuan yang kurang memuaskan,
kurang efektif,dan oleh karena itu ia termotivasi untuk memodifikasi
konsep-konsep psikoanalisa dan mengembangkan pemikirannya sendiri berdasarkan
pengalaman hidup dan pengalaman klinisnya. Karena terapi realitas
berfokus pada roblem kehidupan masa kini (realitas terbaru klien) dan
penggunaan teknik mengajukan pengajuan pertanyaan oleh terapis realitas, terapi
realitas terbukti sangat efektif dalam jangka pendek, meskipun tidak terbatas
pada itu saja.[3]
B. Teori dan konsep dasar terapi realitas
Teori yang mendasari terapi realitas,
disebut ‘teori pilihan’. Teori plihan merupakan salah satu teori yang
menjelaskan tidak hanya kita berfungsi sebagai individu, secara psikologis dan
fisiologis namun juga bagaimana kita berfungsi sebagai kelompok dan bahkan
masyarakat. Dalam teori pilihan menegaskan bahwa pegendalian mengacu pada
perasaan ‘control batin’ seseorang dan bahwa kebanyakan perilaku kita
termotivasi secara internal.
Karena pada dasarnya motivasi dan perilaku
manusia dihasilkan atau dipilih sebagai upaya untuk memenuhi satu atau lebih
dari lima kebutuhan universal. Dari sini kita dapat merumuskan lima prinsip
utama teori pilihan, antara lain:[4]
1. Kebutuhan-kebutuhan dasar kita, karena
motivasi dan perilaku manusia dirancang untuk memenuhi satu atau lebih dari
lima kebutuhan dasar yang dibangun dalam susunan genetis kita yaitu : kebutuhan
untuk mencintai dan dicintai, kebutuhan untuk merasa mampu dan berprestasi,
kebutuhan untuk memperoleh kesenangan, kebutuhan untuk memperoleh kebebasan dan
kemandirian, kebutuhan untuk hidup.
2. Dunia berkualitas, kita bangun dengan cara
mengisinya dengan gambar-gambar, symbol-simbol orang, tempat, benda, keyakinan,
ide, nilai yang penting atau special dan memiliki kualitas untuk kita. Yang
dimaksudkan disini adalah berisi keinginan-keinginan atau hasrat-hasrat
spesifik dan unik mengenai bagaimana kita sangat ingin memenuhi
kebutuhan-kebutuhan kita.
3. Frustasi
4. Perilaku total
5. Persepsi dan realitas terkini, bagaimana
orang-orang memersepsikan dunia disekitar mereka, maupun bagaimana mereka
mempersepsikan diri, tentu saja membentuk realitas mereka mengenai dunia dan
diri mereka pada titik tertentu. Memahami persepsi klien menegenai realitas
terkini dan membantunya mengevaluasi kembali persepsi tersebut dipahami oleh
terapis realitas sebagai aspek yang sangat penting dalam proses konseling.
C. Ciri-Ciri Terapi Realitas
Dalam menentukan terapi realitas, sekurang-kurangnya ada delapan
ciri untuk menentukan, yaitu:[5]
1.
Terapi
realitas menolak tentang konsep penyakit mental. Ia berasumsi bahwa
bentuk-bentuk gangguan tingkahlaku yang sepesifik adalah akibat dari tidak
bertanggung jawaban.
2.
Terapi
realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan
dan sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan sikap-sikap
itu tidak penting, terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku
sekarang. Juga terapi realitas tidak bergantung pada pemahman untuk mengubah
sikap-sikap, tetapi menekankan bahwa perubahan sikap mengikuti perubahan
tingkah laku.
3.
Terapi
realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. Karena masa
lampau seseorang itu telah tetap dan tidak dapat dirubah, maka yang bisa
dirubah untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
4.
Terapi
realtas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Ia menempatkan pokok
kepentingan pada peran klien dalam menilai kualitas tingkahlakunya sendiri
dalam menentukan apa yang membuat kegagalan yang dialaminya. Jika klien menjadi
sadar bahwa mereka tidak akan memperoleh apa yang mereka inginkan dan bahwa tingkah
laku mereka merusak diri, maka ada kemungkinan yang nyata untuk terjadi
perubahan positif, semata-mata karena mereka menetapkan bahwa
alternatif-alternatif bisa lebih baik dari pada gaya mereka sekarang yang tidak
relatif.
5.
Terapi
realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memandang konsep tradisional
tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang transferensi
sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Terapi
realita menghimbau agar para terapis menempuh cara beradanya yang sejati, yakni
bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak memerankan peran sebaagai ayah atau
ibu klien.
6.
Terapi
realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketidak sadaran.
Terapi realita menekankan pada kekeliruan yang dilakukan oleh klien, bagaimana
tingkah laku klien sekarang hingga dia tidak dapat mendapatkan yang
diinginkannya, dan bagai mana dia bisa terlibat dalam suatu rencana bagi
tingkahlaku yang berhasil yang berlandaskan tingkah laku yang bertanggung jawab
dan realitis.
7.
Terapi
realitis menghapus hukum. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukum guna
mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan
melaksanakan rencana-rencana melakukan perkuatan identitas kegagalan pada klien
dan perusakan hubungan terapeutik. Glasser menganjurkan membiarkan mengalami
konsekuensi-konsekuensi yang wajar dari tingkah lakunya.
8.
Terapi
realitas menekankan tanggung jawab, yang oleh Glasser didefinisikan sebagai
“kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan
cara yang tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka”.[6]
D. Tujuan Terapi Realitas
Tujuan umum terapi realitis adalah membantu seseorang untuk
mencapai otonomi. Pada dasarnya, otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi
kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan dukungan
internal. Kematangan ini menyiratkan bahwa orang-orang mampu bertanggung jawab
atas siapa mereka dan ingin menjadi apa mereka serta mengembangkan
rencana-rencana bertanggung jawab dan realitas guna mencapai tujuan-tujuan
mereka. Terapi realitas membantu orang-orang dalam menentukan dan mempelajari
tujuan-tujuan mereka. Selanjutnya, ia membantu mereka dalam menjelaskan
cara-cara mereka menghambat kemajuan ke arah tujuan-tujuan yang ditentukan oleh
mereka sendiri.[7]
E. Fungsi dan Peranan Terapis
Tugas dasar terapis adalah melibatkan diri dengan klien, dan
membuatnya menghadapi kenyataan. Glasser merasa bahwa, ketika terapis
menghadapi para klien, dia memaksa mereka itu untuk memutus apakah mereka akan
atau tidak akan menempuh “jalan yang bertanggung jawab”. Terapis tidak membuat
pertimbangan-pertimbangan nilai dan putusan-putusan bagi para klien, sebab
tindakan demikian akan menyingkirkan tanggung jawab yang mereka miliki. Tugas
terapis bertindak sebagai pembimbing yang membantu klien agar bisa menilai
tingkahlakunya sendiri.
Terapis harus bersedia untuk berfungsi sebagai seorang guru dalam
hubungan dengan klien. Ia harus mengajari klien bahwa tujuan terapi tidak
diarahkan kebahagiaan. Terapi realitas berasumsi bahwa klien bisa menciptakan
kebahagiaannya sendiri dan kunci utama menemukan kebahagiaan adalah penerimaan
tanggung jawab. Oleh karena itu terapis tidak menerimapengelakan atau
pengabaian kenyataan, dan tidak pula menerima tindakan klien menyalahkan apa
pun atau siapapun di luar dirinya atas ketidak bahagiaannya pada saat sekarang.[8]
F. Teknik-Teknik dan Prosedur-Prosedur Terapi
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara
verbal. Prosedur-prosedur difokuskan kepada kekuatan-kekuatan dan
potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah laku sekarang dan
usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk
menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa menggunakan beberapa tekhnik
sebagai berikut:
1.
Terlibat
dalam permainan peran dengan klien.
2.
Menggunakan
humor.
3.
Mengonfrontasikan
klien dan menolak dalih apapun.
4.
Membantu
klien dalam merumuskan rencan-rencana yang sepesifik bagi tindakannya.
5.
Bertindak
sebagai model dan guru.
6.
Memasang
batas-batas dan menyusun sistem terapi.
7.
Menggunakan
“terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan klien
dengan tingkah lakunya yang tidak realitas.
8.
Melibatkan
diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang efektif.
Terapi realitas tidak memasukkan sejumlah tehnik yang secara umum
diterima oleh pendekatan-pendekatan terapi lainnya. para psikiater yang mempraktekkan
terapi realitas tidak menggunakan obat-obatan dan medikasi-medikas konservatif,
sebab medikasi cenderung menyingkirkan tanggung jawab pribadi. Selain itu, para
pemraktek terapi realitas tidak menghabiskan waktunya untuk bertindak sebagai
“detektif” mencari alasan-alasan, terapi berusaha membangun kerjasama dengan
para klien untuk membantu mereka dalam mencapai tujuan-tujuannya.[9]
G. Implementasi dalam memahami pasien
Dalam prakteknya, terapi realitas dilihat
sebagai 2 strategi utama (tapi saling berhubungan) yaitu: (a) membangun relasi
atau lingkungan konseling yang saling percaya. (b) prosedur-prosedur yang
menuntun menuju perubahan yang dirangkum sebagai system WDEP.[10]
Dalam hal ini klien harus merasa aman untuk
membicarakan dunia batinnya –pikiran, perasaan, dan tindakannya, tanpa rasa
takut, kecaman atau tuduhan.konselor terapi realitas berusaha menyampaikan
bahwa gaya terapinya akan sangat interaktif, bahwa ia akan mengajukan
pertanyaan dan mendiskusikan problem secara bergantian, dan bahwa ia terus
berpegang pada keyakinan bahwa klien bisa membuat pilihan dengan lebih baik dan
lebih efektif.
Karena dalam terapi realitas banyak
menggunakan pertanyaan, maka system WDEP memberikan kerangka pertanyaan yang
akan diajukan. Tiap huruf dalam WDEP melambangkan sekelompok gagasan yaitu :
W = Wants (keinginan)
Klien diberi kesempatan untuk mengeksplorasi setiap
kehidupannya, termasuk yang diinginkannya dari bidang khusus yang relevan.
Karena menanyai klien hal yang diinginkan dari dirinya akan membantunya
memutuskan tingkat komitmen yang ingin diterapkan untuk memenuhi keinginannya.
D = Doing in direction (melakukan dan arah)
Disini mencakup semua 4 komponen perilaku total :
tindakan, pikiran, perasaan, dan fisiologi.
E = Evaluation (Evaluasi) – menolong klien mengevaluasi dirinya
sendiri
Klien diminta melakukan evaluasi mendalam mengenai
perilaku spesifik sendiri.
P = Planning (Rencana) – membantu klien membuat rencana tindakan
Proses WDEP mencapai puncaknya saat membantu klien
membuat rencana tindakan.
IV.
KESIMPULAN
Terapi realitas adalah
sebuah metode konseling dan psikoterapi perilaku kognitif yang sangat berfokus
dan interaktif, dan merupakan salah satu yang telah diterapkan dengan sukses
dalam berbagai lingkup. Terapi realitas dikembangkan oleh William Glasser pada tahun 1960-an
sebagai reaksi penolakan terhadap konsep-konsep dalam konseling psikoanalisa.
Teori yang mendasari terapi realitas,
disebut ‘teori pilihan’. Teori plihan merupakan salah satu teori yang
menjelaskan tidak hanya kita berfungsi sebagai individu, secara psikologis dan
fisiologis namun juga bagaimana kita berfungsi sebagai kelompok dan bahkan
masyarakat. Dalam teori pilihan menegaskan bahwa pegendalian mengacu pada
perasaan ‘control batin’ seseorang dan bahwa kebanyakan perilaku kita
termotivasi secara internal. Karena pada dasarnya motivasi dan perilaku manusia
dihasilkan atau dipilih sebagai upaya untuk memenuhi satu atau lebih dari lima
kebutuhan universal.
Cirri-ciri terapi realitas :
1. Terapi relitas menolak konsep tentang
penyakit mental.
2. Terapi realitas berfokus pada tingkah laku
sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap.
3. Terapi realitas berfokus pada saat
sekarang.
4. Terapi realitas menekankan
pertimbangan-pertimbangan nilai.
5. Terapi realitas tidak menekankan
transferensi.
6. Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek
kesadaran.
7. Terapi realitas menghapus hukuman.
8. Terapi realitas menekankan tanggung jawab.
Tujuan umum
terapi realitis adalah membantu seseorang untuk mencapai otonomi. Tugas dasar terapis adalah melibatkan diri dengan klien, dan membuatnya
menghadapi kenyataan. Terapis
harus bersedia untuk berfungsi sebagai seorang guru dalam hubungan dengan
klien.
Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan,
terapis bisa menggunakan beberapa tekhnik sebagai berikut:
1. Terlibat dalam permainan peran dengan klien.
2. Menggunakan humor.
3. Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun.
4. Membantu klien dalam merumuskan rencan-rencana yang sepesifik bagi
tindakannya.
5. Bertindak sebagai model dan guru.
6. Memasang batas-batas dan menyusun sistem terapi.
7. Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk
mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realitas.
8. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang
efektif.
Dalam
prakteknya, terapi realitas dilihat sebagai 2 strategi utama (tapi saling
berhubungan) yaitu: (a) membangun relasi atau lingkungan konseling yang saling
percaya. (b)
prosedur-prosedur yang menuntun menuju perubahan yang dirangkum sebagai system
WDEP. Dimana W = Wants, D = Doing and Direction, E = Evaluation, dan P =
Planning.
V.
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang kami susun, semoga dapat
bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Kami menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu saya menanti kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca guna pembuatan makalah saya selanjutnya agar lebih
baik lagi. Amin...
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerlad. Teori
dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Eresco, 1988
Gunarsa, Singgih D., Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: Gunung
Mulia, 2007
Palmer, Stephen, Konseling dan Psikoterapi, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar