Label

Selasa, 18 Desember 2012

Best Friend



Lima tahun yang lalu, di sini aku pernah merasakan yang namanya indah kebersamaan dalam persahabatan. Semua kenangan masa dulu yang takkan pernah tergantikan oleh apapun. Bahkan keindahan surga sekalipun. Masa lalu yang takkan pernah mati ditelan oleh masa, masa lalu yang menjadi kisah klasik dalam hidup ku.
Bangunan sekolah ini masih sama seperti dahulu. Taman yang dipenuhi oleh pohon cemara. Kolam ikan di depan kantor guru. Dulu setiap tiga bulan sekali anak-anak dengan sembunyi-sembunyi setiap pulang sekolah menunggu sekolah sepi beramai-ramai mancing di tepian kolam itu.
Lucu memang kalau diingat. Tanpa disadari aku pun tertawa-tawa sendiri. Kulangkahkan kaki ini mengelilingi setiap bangunan yang mengingatkanku tentang jaman SMA dulu. Tiba-tiba langkahku terhenti di depan pintu kelas XII IPA 4. Kelas ini masih sama seperti dulu.
Bayang-bayang masa dulu pun kembali muncul. Waktu itu hari selasa 14 Oktober 2006, jam di dinding sudah menunjukan pukul tujuh tepat. Dari tadi Ciko mondar-mandir depan pintu kelas. Matanya terus tertuju kearah jam tangan curl kebanggaannya. Mukanya kelihatan cemas. Kenapa tidak, hari itu ada presentasi pelajaran Biologi yang gurunya super killer, dan parahnya lagi makalah beserta semua bahan presentasi dibawa Cika tapi sampai sekarang belum keliatan batang hidungnya.
Dari ujung koridor terlihat sesosok cewek berlari mendekati Ciko.
          “Sorry… sorry aku telat, pak Rofi belum dating, kan?” kata Cika dengan nafas terengah-engah.
          “Nah, datang juga nih bocah. Tau nggak sih udah lumutan nih nungguin kamu,” kata Ciko judes.
Cika cuma memonyongkan bibirnya dan mengikuti Ciko dari belakang masuk kelas.
***
Tiba-tiba dari arah belakang ada seseorang datang dengan mengejutkanku.
          “Dorrrrr!”
“Ciko, kamu ngagetin aja deh. Dari dulu nggak pernah berubah. Seneng banget sih bikin orang jantungan,” kataku kesel.
“Eitzzzz, sabar Bu. Setel kendo aja,” dengan tenang tanpa beban Ciko menjawab.
Dengan tampang sinis dam menajamkan mata aku lirik Ciko. Dengan ekspresi polos dan culun dia cuma cengar-cengir. Geli melihatnya. Tanpa selang beberapa lama aku pun tak kuat menahan tawa. Ujung-ujungnya kita malah ketawa bersama.
Ciko berbalik membelakangiku. Ditariknya kursi dan duduk di sampingku. Keliatan tambah ganteng dengan stelan jas plus potongan rambut gaya Lee Min Ho.
“Nggak kerasa, ya. Udah lima tahun dari sekarang,” katanya sambil tersenyum.
Kupandangi wajahnya sambil tersenyum serta menjawab
“Iya, udah lima tahun kita pergi dari sini.”
“Kamu sendirian Dev?”
Aku hanya menjawab dengan anggukan.
“Gimana kabarmu sekarang, sekarang udah bisa nglupain kak Panji, pelatih basket SMA kita, kan?” kata Ciko sambil cengengesan.
“Ihhh, kamu apaan si?”
“Hahahaha, merah tuh mukanya.”
“Nggak usah bahas itu ah. Eh, jalan keliling-keliling lagi, yuk!” ajakku
Kami pun beranjak dan kembali menelusuri koridor yang sampai sekarang masih terjaga kebersihannya. Dari kejauhan melaju sebuah mobil sport dua pintu warna merah. Keliatannya mobil itu mendekat dan berhenti tepat di depan kami.
Dengan penasaran aku mengamati mobil itu. Dari dalam mobil keluar dua orang yang tak asing bagiku. Seorang cowok dengan perawakan tinggi dan body sixpack memakai hem biru dan bergelantung dasi hitam di lehernya terenyum ke arahku dan Ciko.
“Helo Gazebo…, “ serunya sambil tertawa.
Radit tidak berubah. Sifatnya masih sama seperti dulu. Selalu yang paling bisa membuat kami ketawa.
Berdiri di sampingnya seorang cewek memakai hem lengan pendek abu-abu plus rok hitam. Keliatan anggun sekali. Dia hanya tersenyum ke arahku. Tanpa menunggu lama dia berlari mendekat dan memelukku.
“Kangen Aku sama kamu Dev.”
Erat sekali pelukannya. Sampai-sampai sulit bernafas rasanya aku.
“Ya ampun Cik, aku nggak bisa nafas nih,” kataku sambil terbatuk-batuk.
“Eh, sorry… sorry, Dev,” katanya sambil memperlihatkan giginya, khas gaya Cika.
“Pada mau kemana?” tanya Radit.
“Cuma mau muter-muter aja, kok. Mengenang masa lalu.”
Akhirnya kami pun kembali melanjutkan langkah kami. Tepat di persimpangan perempatan. Tiba-tiba Cika berhenti. Dipandanginya papan mading yang tertempel di dinding samping kelas XII IPA 3.
Matanya tertuju pada guratan pulpen bertinta merah yang dulu diciptakan olehnya. Tulisan GAZEBO masih terlihat jelas di situ. Terlukis senyuman di bibirnya. Setelah itu dia berpaling menatapku dan mengajak kami untuk melanjutkan perjalanan.
***
Matahari bersinar tepat di atas ubun-ubun. Waktu istirahat, kantin pasti dipenuhi siswa-siswa untuk memenuhi kewajiban mengisi perut yang dari tadi keroncongan. Aku, Ciko, Cika, dan Radit salah satu penghuni tetap pojokan kantin mbak Leha ikut-ikutan memenuhi kantin sambil teriak-teriak minta makan.
          “Mbak pesen kaya biasanya yah,,,,GPL mbak, cacingnya udah ngamuk nih,” kata Radit.
Kita berempat yang terkenal dengan sebutan Gazebo alias Ga Zelas Boo emang udah jadi langganan. Jadi tidak heran kalau kita sering bertindak seenaknya di kantin mbak Leha.
Tidak lama kemudian pesenan kita pun datang. Tanpa pikir panjang Radit langsung menyantap makanan yang ada di depannya. Aku dan Cika Cuma bias menggeleng-gelengkan kepala ngliat tingkah anak satu ini.
“Bisa pelan-pelan ga sih makannya?” kata Cika.
Tanpa menghiraukan, Radit tetap santai menyantap mie ayam baksonya. Diantara kita berempat emang Radit yang paling doyan makan. Tapi tidak masalah buat dia. Toh uang sakunya juga banyak, terserah dia mau makan apa ajah. Maklumlah dia emang anak yang paling tajir di antara kita berempat.
“Hahahahahaha, udahlah Cik kamu kaya ga tau Radit aja. Dia kan emang paling doyan makan,” kata Ciko.
“Tapi kan malu-maluin. Kaya nggak pernah makan sebulan ajah si.”
***
Lamunanku buyar saat Cika menarik tanganku.
“Dev, sini ayoh.”
“Apa sih, Cik?”
“Udah ikutin aku aja.”
Cika hanya tersenyum sambil berlalu di depanku. Aku hanya bisa mengikutinya dari belakang. Langkahnya menuju pagar samping sekolah.
“Ko, kenapa kamu menyuruhku ke sini?” tanyaku dengan tampang keheranan.
Cika hanya tersenyum manja seperti biasanya. Kedua tangannya menggenggam tanganku erat-erat.
“Aku Cuma pengen nunjukin sesuatu sama kamu.”
Kemudian Cika menggandeng tanganku menuju bagian tembok itu yang sebagian sudah jebol tempat Aku, Cika, Ciko dan Radit dulu sering nongkrong.
Ternyata disitu sudah ada Ciko dan Radit. Mereka sedang menatap bagian tembok yang jebol itu.
“Kalian lagi lihatin apa sih?” tanyaku heran.
“Kamu inget nggak, dulu pas pengumuman kelulusan kita ke sini?” Tanya Ciko.
“Iyah aku ingat.”
“Dulu kita bikin janji, tepatnya tanggal 23 Mei lima tahun lalu dan kita akan datang ke sini. Dulu kita juga mengukir tulisan di sini.”
“Tapi mana yah?” Tanya Cika sambil mencari-cari.
“Lah ini ketemu.”
Masih tampak jelas goretan dari pecahan batu bata di dinding itu.  Sebuah ikatan tak terpisahkan sebuah benzene persahabatan.
“Bila pun hakikat hidup adalah pertemuan dan perpisahan, tapi bukan itu yang menjadi beban kehidupan, melainkan hilagnya rasa kepedulian dalam pershabatan, ketika ruang & wakut memisahkan.”
Kami GAZEBO berjanji,akan selalu bersama dan  5 tahun dari sekarang akan datang lagi kesini ^_^
With love :
Ciko Rahardian
Raditya Putra Pratama
Amerta Cika Santoso
Devina Anastasya


.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar