Lima tahun yang lalu, di sini aku pernah merasakan yang
namanya indah kebersamaan dalam persahabatan. Semua kenangan masa dulu yang
takkan pernah tergantikan oleh apapun. Bahkan keindahan surga sekalipun. Masa
lalu yang takkan pernah mati ditelan oleh masa, masa lalu yang menjadi kisah
klasik dalam hidup ku.
Bangunan sekolah ini masih sama seperti dahulu. Taman yang
dipenuhi oleh pohon cemara. Kolam ikan di depan kantor guru. Dulu setiap tiga
bulan sekali anak-anak dengan sembunyi-sembunyi setiap pulang sekolah menunggu
sekolah sepi beramai-ramai mancing di tepian kolam itu.
Lucu memang kalau diingat. Tanpa disadari aku pun
tertawa-tawa sendiri. Kulangkahkan kaki ini mengelilingi setiap bangunan yang
mengingatkanku tentang jaman SMA dulu. Tiba-tiba langkahku terhenti di depan
pintu kelas XII IPA 4. Kelas ini masih sama seperti dulu.
Bayang-bayang masa dulu pun kembali muncul. Waktu itu hari
selasa 14 Oktober 2006, jam di dinding sudah menunjukan pukul tujuh tepat. Dari
tadi Ciko mondar-mandir depan pintu kelas. Matanya terus tertuju kearah jam
tangan curl kebanggaannya. Mukanya kelihatan cemas. Kenapa tidak, hari itu ada
presentasi pelajaran Biologi yang gurunya super killer, dan parahnya
lagi makalah beserta semua bahan presentasi dibawa Cika tapi sampai sekarang
belum keliatan batang hidungnya.
Dari ujung koridor terlihat sesosok cewek berlari mendekati
Ciko.
“Sorry… sorry aku telat, pak Rofi
belum dating, kan?” kata Cika dengan nafas terengah-engah.
“Nah, datang juga nih bocah. Tau nggak
sih udah lumutan nih nungguin kamu,” kata Ciko judes.
Cika cuma memonyongkan bibirnya dan mengikuti Ciko dari
belakang masuk kelas.
***
Tiba-tiba dari arah belakang ada seseorang datang dengan
mengejutkanku.
“Dorrrrr!”
“Ciko, kamu ngagetin aja deh. Dari dulu nggak pernah
berubah. Seneng banget sih bikin orang jantungan,” kataku kesel.
“Eitzzzz, sabar Bu. Setel kendo aja,” dengan tenang tanpa
beban Ciko menjawab.
Dengan tampang sinis dam menajamkan mata aku lirik Ciko.
Dengan ekspresi polos dan culun dia cuma cengar-cengir. Geli melihatnya. Tanpa
selang beberapa lama aku pun tak kuat menahan tawa. Ujung-ujungnya kita malah
ketawa bersama.
Ciko berbalik membelakangiku. Ditariknya kursi dan duduk di
sampingku. Keliatan tambah ganteng dengan stelan jas plus potongan
rambut gaya Lee Min Ho.
“Nggak kerasa, ya. Udah lima tahun dari sekarang,” katanya
sambil tersenyum.
Kupandangi
wajahnya sambil tersenyum serta menjawab
“Iya, udah lima tahun kita pergi dari sini.”
“Kamu sendirian Dev?”
Aku
hanya menjawab dengan anggukan.
“Gimana kabarmu sekarang, sekarang udah bisa nglupain kak
Panji, pelatih basket SMA kita, kan?” kata Ciko sambil cengengesan.
“Ihhh, kamu apaan si?”
“Hahahaha, merah tuh mukanya.”
“Nggak usah bahas itu ah. Eh, jalan keliling-keliling lagi,
yuk!” ajakku
Kami pun beranjak dan kembali menelusuri koridor yang sampai
sekarang masih terjaga kebersihannya. Dari kejauhan melaju sebuah mobil sport
dua pintu warna merah. Keliatannya mobil itu mendekat dan berhenti tepat di
depan kami.
Dengan penasaran aku mengamati mobil itu. Dari dalam mobil
keluar dua orang yang tak asing bagiku. Seorang cowok dengan perawakan tinggi
dan body sixpack memakai hem biru dan bergelantung dasi hitam di
lehernya terenyum ke arahku dan Ciko.
“Helo Gazebo…, “ serunya sambil tertawa.
Radit tidak berubah. Sifatnya masih sama seperti dulu.
Selalu yang paling bisa membuat kami ketawa.
Berdiri di sampingnya seorang cewek memakai hem lengan
pendek abu-abu plus rok hitam. Keliatan anggun sekali. Dia hanya
tersenyum ke arahku. Tanpa menunggu lama dia berlari mendekat dan memelukku.
“Kangen Aku sama kamu Dev.”
Erat
sekali pelukannya. Sampai-sampai sulit bernafas rasanya aku.
“Ya ampun Cik, aku nggak bisa nafas nih,” kataku sambil
terbatuk-batuk.
“Eh, sorry… sorry, Dev,” katanya sambil memperlihatkan
giginya, khas gaya Cika.
“Pada mau kemana?” tanya Radit.
“Cuma mau muter-muter aja, kok. Mengenang masa lalu.”
Akhirnya kami pun kembali melanjutkan langkah kami. Tepat di
persimpangan perempatan. Tiba-tiba Cika berhenti. Dipandanginya papan mading
yang tertempel di dinding samping kelas XII IPA 3.
Matanya tertuju pada guratan pulpen bertinta merah yang dulu
diciptakan olehnya. Tulisan GAZEBO masih terlihat jelas di situ. Terlukis
senyuman di bibirnya. Setelah itu dia berpaling menatapku dan mengajak kami
untuk melanjutkan perjalanan.
***
Matahari bersinar tepat di atas ubun-ubun. Waktu istirahat,
kantin pasti dipenuhi siswa-siswa untuk memenuhi kewajiban mengisi perut yang
dari tadi keroncongan. Aku, Ciko, Cika, dan Radit salah satu penghuni tetap
pojokan kantin mbak Leha ikut-ikutan memenuhi kantin sambil teriak-teriak minta
makan.
“Mbak pesen kaya biasanya yah,,,,GPL
mbak, cacingnya udah ngamuk nih,” kata Radit.
Kita berempat yang terkenal dengan sebutan Gazebo alias Ga Zelas
Boo emang udah jadi langganan. Jadi tidak heran kalau kita sering bertindak
seenaknya di kantin mbak Leha.
Tidak lama kemudian pesenan kita pun datang. Tanpa pikir
panjang Radit langsung menyantap makanan yang ada di depannya. Aku dan Cika
Cuma bias menggeleng-gelengkan kepala ngliat tingkah anak satu ini.
“Bisa pelan-pelan ga sih makannya?” kata Cika.
Tanpa menghiraukan, Radit tetap santai menyantap mie ayam
baksonya. Diantara kita berempat emang Radit yang paling doyan makan. Tapi tidak
masalah buat dia. Toh uang sakunya juga banyak, terserah dia mau makan apa
ajah. Maklumlah dia emang anak yang paling tajir di antara kita berempat.
“Hahahahahaha, udahlah Cik kamu kaya ga tau Radit aja. Dia
kan emang paling doyan makan,” kata Ciko.
“Tapi kan malu-maluin. Kaya nggak pernah makan sebulan ajah
si.”
***
Lamunanku buyar saat Cika menarik tanganku.
“Dev, sini ayoh.”
“Apa sih, Cik?”
“Udah ikutin aku aja.”
Cika hanya tersenyum sambil berlalu di depanku. Aku hanya
bisa mengikutinya dari belakang. Langkahnya menuju pagar samping sekolah.
“Ko, kenapa kamu menyuruhku ke sini?” tanyaku dengan tampang
keheranan.
Cika hanya tersenyum manja seperti biasanya. Kedua tangannya
menggenggam tanganku erat-erat.
“Aku Cuma pengen nunjukin sesuatu sama kamu.”
Kemudian Cika menggandeng tanganku menuju bagian tembok itu
yang sebagian sudah jebol tempat Aku, Cika, Ciko dan Radit dulu sering
nongkrong.
Ternyata disitu sudah ada Ciko dan Radit. Mereka sedang
menatap bagian tembok yang jebol itu.
“Kalian lagi lihatin apa sih?” tanyaku heran.
“Kamu inget nggak, dulu pas pengumuman kelulusan kita ke
sini?” Tanya Ciko.
“Iyah aku ingat.”
“Dulu kita bikin janji, tepatnya tanggal 23 Mei lima tahun lalu
dan kita akan datang ke sini. Dulu kita juga mengukir tulisan di sini.”
“Tapi mana yah?” Tanya Cika sambil mencari-cari.
“Lah ini ketemu.”
Masih tampak jelas goretan dari pecahan batu bata di dinding
itu. Sebuah ikatan tak terpisahkan
sebuah benzene persahabatan.
“Bila
pun hakikat hidup adalah pertemuan dan perpisahan, tapi bukan itu yang menjadi
beban kehidupan, melainkan hilagnya rasa kepedulian dalam pershabatan, ketika
ruang & wakut memisahkan.”
Kami
GAZEBO berjanji,akan selalu bersama dan
5 tahun dari sekarang akan datang lagi kesini ^_^
With
love :
Ciko
Rahardian
Raditya
Putra Pratama
Amerta
Cika Santoso
Devina
Anastasya
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar