I.
PENDAHULUAN
Sejarah perkembangan sastra Jawa memang sungguh panjang. Sastra
Jawa mempunyai segudang pengalaman yang perlu diungkap dicari
mutiara-mutiaranya untuk dimanfaatkan. Sastra Jawa sungguh mempunyai penyuguhan
sejumlah besar karya pustaka yang patut diminati dan dikaji supaya hasilnya
dapat disumbangkan untuk pembangunan bangsa dan Negara tercinta.
Pada jaman Hindu-Budha sastra Jawa kebanjiran kata-kata bahasa
Sansekerta, cerita-cerita Hindu dan pustaka agama Hindu dan Budha, pada jaman
Ialam Demak Bintara bahasa Jawa jadi bertambah kaya lagi dengan masuknya
istilah-istilah bahasa Arab dan cerita-cerita yang pernah terjadi di tanah suci
Ngarbi dan panutan-panutan agama Rasul.
Pada pusat-pusat pemerintahan, pengaruh islam diolah dan dilumat
dengan bekal keyakinan yang telah dimiliki, yaitu Jawa-Hindu-Budha yang telah
mempribadi. Pengetahuan Islam yang dimiliki oleh masyarakat Jawa baru kulitnya
saja. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari masih tetap menalurikan adat
tatacara Jawa yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya.
Pandangan hidup yang demikian itulah yang memantul dalam sebagian
besar hasil karya sastra Jawa yang digubahnya. Wawasan hidup masyarakat Jawa
mengarah pada sikap keterikatan manusia terhadap Hyang Tunggal yang dialami
sebagian sumber ketentraman dan kebahagiaan. Ini adalah salah satu cirri yang
mendasar yang nampak dalam hasil karyasastra yang diciptakan.
Dalam makalah ini, mencoba memberikan sebuah pembahasan sederhana
dari serat Kalatidha karya R. Ng. Ranggawarsita dan serat Wulangreh hasil karya
Sri Susuhunan Pakubuwana IV yang berkaitan dengan nilai-nilai keagamaan.
II.
PEMBAHASAN
A.
Serat Kalatidha Buah Karya R. Ng. Ranggawarsita
R. Ng. Ranggawarsita, pujangga terakhir keraton Surakarta Adiningrat
yang berkaitan jelas dengan keyakinan sang pujangga terhadap kekuasaan Yang
Maha Kuasa. Dalan karya Ranggawarsita yang berjudul Serat Kalatidha, hubungan
antar manusia digambarkan sebagai sesuatu yang harus senantiasa dijaga walaupun
keadaan di tengah kehidupan tidak menunjukan hal-hal yang mengenakan.
Ajaran R. Ng. Ranggawarsita dalam karyanya tersebut tidak hanya
ditunjukan kepada masyarakat awam, tetapi juga kepada para pejabat. Adapun
kutipan dari serat Kalitadha adalah sebagai berikut :
9.
Beda lan wus santosa
Kinarilan
ing Hyang Widdhi
Satiba
malanganeya
Tan
usah ngupaya kasil
Mangunahing
pra mukmin
Pangeran
paring pitulung
Marga
sasamining titah
Rumangsa
barang pakolih
Parandene
maksih taberi ikhtiyar
(serat
Kalatidha, bait ke-9)[1]
Berbeda
dengan (manusia) yang sudah teguh (beriman)
Diizinkan
oleh tuhan
Ketika
mendapat kemalangan
Tidak
pernah sulit mendapat penghasilan
Berkat
harapannya
Tuhan
selalu memberi pertolongan
Karena
sebagai manusia
Semua
yag diharapkan
Masih
tetap harus tekun berikhtiar
Dalam kutipan serat diatas, terlihat jelas pengaruh Islam yang
mengharuskan kita untuk berikhtiar kepada Allah dalam keadaan apapun juga.
Karena dengan berikhtiar, manusia menunjukan bahwa masih adanya semangat untuk
hidup. Karena Allah akan selalu memberikan pertolongan kepada manusia yang
selalu beriman kepada-Nya, memohon kepadanya dan tetap berusaha untuk mengubah
takdirnya sendiri.
Seperti yang di jelaskan dalam al-qur’an surat Ar-Ra’du ayat 11
yang berbunyi :
ان الله لايعير مابقوم حتى يفيروامابانفسهم (اررعد : اا)
Yang artinya :
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
11.
Ya Allah ya Rasulullah
Kang
sipat murah lan asih
Mugi-mugi
aparinga
Pitulung
ingkang martini
Ing
alam awal akhir
Dumunung
ing gesang ulun
Mangkya
sampun awredha
Ingwekasan
kadi pundi
Mila
mugi wonten pitulung Tuwan
(serat
Kalatidha, bait ke-11)[2]
Ya
Allah ya Rasulullah
Yang
memiliki sifat murah dan asih
Semoga
memberi
Memberi
pertolongan yang luas
Di
alam awal dan akhir
Keberadaan
hidupku
Sekarang
sudah tua
Di
akhir bagaimana
Semoga
selalu ada pertolonganMu
Dalam serat tersebut R. Ng. Ranggawarsita menjelaskan bahwa orang
yang senantiasa dapat besabar akan menjauhi masalah selama hidupnya, sehingga
ia akan memperoleh ketentraman. Raden Ngabeni Ranggawarsita menyarankan agar
manusia selalu berdoa agar segala penghalang yang merintang hidupnya dapat
terjauhkan.[3]
Dalam serat di atas juga dapat dilihat bahwa sesungguhnya Allah dan
Rasulullah mempunyai sifat pengasih dan penyayang. Hal ini Nampak pada surat
al-baqarah ayat 5 yang berbunyi :
اياك
نعبدؤاياك نستعين (البقره : ه)
Yang artinya :
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engakulah
kami memohon pertolongan.”[4]
Oleh karena itu hendaklah manusia selalu meminta pertolongan
kepada-Nya. Selain itu pernyataan di atas di kuatkan dengan serat Sabdajati
bait 10 yang berbunyi :
Anuhoning kabeh kang duwe
Panuwun,
Yen temen-temen sayekti
Allah aparing pitulung
Nora kurang sandhang bukti
Saciptanira kelakon
(serat Sabdajati bait 10)[5]
(Tuhan) mengabulkan semua yang punya
Permohonan
Bila sungguh-sungguh doanya
Allah memberikan pertolongan
Agar tak kurang sandang pangan
Segala harapan tentu terlaksana.
B.
Serat Wulang Reh ciptaan Sri Susuhunan Pakubuwana IV
Serat Wulangreh merupakan serat hasil karya yang mulia Kanjeng
Susuhanan Pakubuwana IV di Surakarta. Wulangreh, yan artinya pelajaran (=
wulang) tentang tingkah laku (= reh). Tingkah laku dalam hal pergaulan,
menghadapi raja atau melaksanakan tugas di Istana, tingkah laku hidup di dunia, tingkah laku
putra raja terhadap bawahannya.
Uraian di atas Sri Susuhanan menyampaikan petuah yang mengandung
unsure religi. Dalam serat ini terlihat jelas bahwa Sri Susuhanan yakin akan
kekuasaan Yang Maha Esa. Dengan tegas menunjuk bahwa peraturan tentang hidup
dan kehidupan manusia di dunia ini terdapat benar-benar di Al-qur’an.
Semua itu dapat terlihat dalam Pupuh I, Dhandhanggula pada bait 3
yang berbunyi :
3.
Jroning Kur’an nggoning rasa yekti
Nanging
ta pilih ingkang uninga
Kajaba
lawan tuduhe
Nora
kena den awur
Ing
satemah nora pinganggih
Mundhak
katalanjukan
Tedah
sasar susur
Yen
sira ayun waskitha
Sampurnane
ing badanira puniku
Sira
anggugurua[6]
Dalam
Qur’an tempat rasa yang benar
Tapi
pilihan yang kau ketahui
Kecuali
dengan petunjuknya
Tak
boleh diacak
Yang
akhirnya tidak ditemukan
Akhirnya
terlanjur
Petunjuknya
kacau-balau
Bila
kau ingin tahu
Kesempurnaan
diri ini
Maka
kau bergurulah
Dalam kutipan serat di atas
dapat ditafsirkan bahwa kesempurnaan hidup agar diupayakan dengan
sungguh-sungguh. Ajaran kesempurnaan dapat digali dari Qur’an. Pernyataan bahwa qur’an meupakan sumber “ilmu
sejati” terdapat pula dalam suluk Seh Amongraga (bait 7, pupuh IV, Gambuh) yang
berbunyi :[7]
Dene sejatinipun
Ngelmu tanpa papan tulis iku
Iya qur’an lan kitab-kitab sayekti
Adapun sesungguhnya
ilmu tanpa papan tulis itu
ya qur’an dan kitab-kitab suci
Dijelaskan oleh Seh Amongraga, bahwa yang dimaksud dengan ilmu
sejati tanpa tempat dan alat tulis adalah qur’an dan kitab-kitabnya.
Dalam serat Wulangreh juga di jelaskan bahwa dalam pemahaman qur’an
itu akan lebih tepat apabila mendapat bantuan guru yang sudah berstatus sepagai
petapa sejati yang sudah tidak berminat pada masalah kebendaan. Seperti pada kutipan serat di bawah ini :
Nanging yen sira nggeguru kaki
Amiliha manungsa kang nyata
Ingkang becik martabate
Sarta kang wruh ing kukum
Kang ngibadah lan kang wirangi
Sokur oleh wong tapa
Ingkang wus amungkal
Tan mikir pawewehing lyan
Iku pantes sira guronana kaki
Sartane kawruhana
(serat Wulangreh bait 4)
Tapi bila kau berguru nak
Pilihlah orang yang berilmu tinggi
Dan orang tahu hukum
Yang beribadah yang suci hati
Syukur dapat bertapa
Yang sudah taat betul
Tak memikir pemberian orang
Itu pantaslah engkau gurui nak
Serta ketahuilah
Ungkapan-ungkapan di atas berkaitan dengan empat tataran, yakni
syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat berkenaan dengan ilmu kesempurnaan.
III.
KESIMPULAN
·
Serat
Kalatidha berisi tentang akhlak, dalam serat ini R. Ng. Ranggawarsita juga
menjelaskan tentang ajaran untuk selalu berikhtiar kepada Allah walau dalam
keadaan apapun karena Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum orang
itu berusaha mengubah nasibnya sendiri. Dan selalu senantiasa memohon
pertolongan Allah karena Allah akan mengabulkan semua permohonan dari umatnya.
·
Serat
Wulangreh berisi tentang aturan bertingkah laku. Tingkah laku dalam hal
pergaulan, menghadapi raja atau melaksanakan tugas di Istana, tingkah laku hidup di dunia, tingkah laku
putra raja terhadap bawahannya. Dalam serat ini juga di jelaskan bahwa sumber
ilmu sejati adalah Al-qur’an.
IV.
PENUTUP
Demikian
yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khasanah keilmuan
dan bermanfaat bagi kita semua. Dalam pembuatan makalah pasti ada kekurangan,
maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dojosantosa.1989.
Unsur Religius dalam Sastra Jawa. Semarang: Aneka Ilmu.
Prabowo, Dhanu Priyo.2003. Pengaruh Islam dalam Karya-karya
Ranggawarsita. Yogyakarta: Narasi.
Al-qur’an.
Suwondo, Tirto.1994. Nilai-nilai Budaya Susastra Jawa.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kanjeng
Susuhanan Pakubuana IV. Serat Wulangreh. Semarang: Dahara Prize.
[1] Dojosantosa. 1989. Unsur Religius
dalam Sastra Jawa. Semarang: Aneka Ilmu, hal. 51
[2]
Dhanu Priyo Prabowo. 2003. Pengaruh Islam dalam Karya-karya Ranggawarsita.
Yogyakarta: Narasi, hal 98- 99
[3]
Ibid, hal 100
[4]
Al-qur’an
[5]
Tirto Suwondo. 1994. Nilai-nilai Budaya Susastra Jawa. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, hal 73
[6]
Kanjeng Susuhanan Pakubuana IV Surakarta Hadiningrat. Serat Wulangreh.
Dahara Prize, hal 10
[7] Op
Cit, hal 77
Tidak ada komentar:
Posting Komentar